Senin, 04 November 2019

TEORI BELAJAR HUMANISTIK DAN PENERAPANNYA


TEORI BELAJAR HUMANISTIK DAN PENERAPANNYA
(KOLB, HONEY DAN MUMFORD)
Makalah
Disusun untuk memenuhi Matakuliah Belajar dan Pembelajaran
yang dibina oleh Bapak Dr. Raden Bambang Sumarsono, M.Pd


Disusun oleh:

1.      Kholifatul Khoiria                  (170131601069)
2.      Nella Yanuar Rizky                (170131601097)
3.      Nur Aida Indah Eliza              (170131601060)
4.      Rusma Indri Oktaviani           (170131601070)







                                                                                                                       



UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN
SEPTEMBER, 2018




KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah manajemen sarana dan prasarana tepat pada waktunya. Sholawat serta salam tak lupa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menerangi semua umat di muka bumi ini dengan cahaya kebenaran.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah ikut membantu dalam penyelesaian penyusunan makalah ini. Khususnya kepada dosen pembimbing mata kuliah Belajar dan Pembelajaran, yaitu Bapak Dr. Raden Bambang Sumarsono, M.Pd yang telah membimbing dan membagi pengalamannya kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat berbagai kekurangan dan kesalahan, baik dari segi isi maupun segi bahasa. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat konstruktif untuk penyempurnaan makalah ini. Penulis berharap agar makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.




Malang, September 2018



Penulis


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL                                                                                  i
KATA PENGANTAR                                                                                   ii
DAFTAR ISI                                                                                      iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang                                                                                           1
1.2  Rumusan Masalah                                                                                     1        
1.3  Tujuan                                                                                                        2
BAB II PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Teori Belajar Humanistik                                                        3
2.2  Prinsip Teori Belajar Humanistik                                                              3        
2.3  Pandangan Teori Belajar Humanistik Menurut Kolb                                5
2.4  Pandangan Teori Belajar Humanistik Menurut Honey dan Mumford      7
2.5  Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Humanistik                             8
2.6  Penerapan Teori Belajar Humanistik dalam Pembelajaran                       9
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan                                                                                                11
DAFTAR RUJUKAN                                                                                   12
  



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Aliran humanisme  muncul pada tahun 90-an sebagai reaksi ketidakpuasan terhadap pendekatan psikoanalisa dan behavioristik. Sebagai sebuah aliran dalam psikologi, aliran ini boleh dikatakan relative masih muda, bahkan beberapa ahlinya masih hidup dan terus-menerus mengeluarkan konsep yag relevan dengan bidang pengkajian psikologi, yang sangat menekankan pentingnya kesadaran, aktualisasi diri, dan ha-hal yang bersifat positif tentang manusia.
Pengertian humanisik yang beragam membuat batasan-batasan aplikasinya dalam dunia pendidikan yang beragam pula. Teori humanisme menyatakan bahwa bagian terpenting dalam proses pembelajaran adalah unsur manusianya. Humanisme lebih melihat sisi perkembangan kepribadian manusia dibandingkan berfokus pada “ketidaknormalan” manusia.
Teori belajar humanisme bertujuan bahwa belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika telah memahami lingkungan dan dirinya sendiri. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya bukan dari sudut pandang pengamatnya. Teori belajar ini sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang ilmu filsafat, teori kepribadian dan psikoterapi dibanding tentang psikologi belajar. Teori humanisme lebih mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri. Teori belajar ini lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan serta tentang proses belajar dalam bentuk yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada pemahaman tentang proses belajar sebagaimana apa adanya, seperti yang selama ini dikaji oleh teori-teori belajar lainnya.

1.2  Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian teori belajar humanistik?
2.      Bagaimana prinsip teori belajar humanistik?


3.      Bagaimana pandangan teori belajar humanistik menurut Kolb?
4.      Bagaimana pandangan teori belajar humanistik menurut Honey dan Mumford?
5.      Apa kelebihan dan kekurangan teori belajar humanistik?
6.      Bagaiman penerapan teori belajar humanistik dalam pembelajaran?

1.3  Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk memaparkan pengertian teori belajar humanistik;
2.      Untuk menguraikan prinsip teori belajar humanistik;
3.      Untuk memaparkan pandangan teori belajar humanistik menurut Kolb;
4.      Untuk memaparkan pandangan teori belajar humanistik menurut Honey dan Mumford;
5.      Untuk menguraikan kelebihan dan kekurangan teori belajar humanistik;
6.      Untuk memaparkan penerapan teori belajar humanistik dalam pembelajaran.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Pengertian Teori Belajar Humanistik
Menurut Budiningsih (2005) teori humanistik merupakan teori yang lebih mengedepankan proses belajar yang mengedepankan kepentingan untuk memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, teori belajar humanistik lebih mengarah kepada bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi, dari pada bidang kajian psikologi belajar. Teori humanistik lebih mengutamakan isi dari pada proses belajar itu sendiri. Teori ini lebih banyak membicarakan tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang bentuk proses belajar yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih mengedepankan pada pengertian belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada pemahaman tentang proses belajar.
Dalam pelaksanaannya, teori humanistik ini tampak juga dalam pendekatan belajar yang dikemukakan oleh Ausubel. Pandangannya tentang belajar bermakna atau “Meaningful Learning” yang juga tergolong dalam aliran kognitif, mengatakan bahwa belajar merupakan asimilasi bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Faktor motivasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam pembelajaran, sebab tanpa motivasi dan keinginan dari pihak si belajar, maka tidak akan terjadi asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimilikinya. Teori humanistik berpendapat bahwa teori belajar apapun dapat dimanfaatkan, asal tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar, serta optimal.

2.2    Prinsip Teori Belajar Humanistik
Menurut Purwo (1989) berdasarkan pengertian teori belajar humanistik di atas, dapat diketahui adanya beberapa prinsip yang terkandung dalam teori belajar humanistik. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:
1.        Manusia mempunyai kemampuan belajar yang alami;


2.        Pembelajaran menjadi hal yang signifikan ketika materi atau konten pembelajaran tersebut dianggap memiliki relevansi dengan maksud tertentu oleh individu yang belajar;
3.        Belajar adalah aktivitas yang menyangkut adanya perubahan dalam persepsi seseorang;
4.        Tugas belajar yang mengancam diri lebih mudah dirasakan bila ancaman itu relatif kecil;
5.        Orang yang belajar memiliki cara untuk belajar dengan pembelajaran yang memiliki ancaman rendah;
6.        Belajar yang bermakna dapat diperoleh jika peserta didik melakukannya;
7.        Belajar dapat berlangsung secara lancar apabila peserta didik dilibatkan dalam proses belajar;
8.        Belajar yang melibatkan peserta didik seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam;
9.        Kepercayaan diri pada peserta didik dalam proses belajar dapat ditumbuhkan dengan membiasakan peserta didik tersebut untuk mawas diri;
10.    Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar.
Lebih lanjut Rogers (1987) mengemukakan beberapa prinsip teori humanistik yaitu sebagai berikut:
1.      Hasrat untuk belajar. Hasrat untuk belajar merupakan suatu hal yang bersifat alamiah bagi manusia. Ini disebabkan adanya hasrat ingin tahu manusia yang terus menerus terhadap dunia dengan segala isinya. Hasrat ingin tahu ini menjadi penyebab seseorang seseorang senantiasa berusaha mencari jawabannya dengan mangalami aktivitas-aktivitas belajar secara terus menerus.
2.      Belajar bermakna. Makna sangat penting dalam belajar. Seseorang beraktivitas atau tidak senantiasa akan menimbang apakah aktivitas tersebut mempunyai makna untuk dirinya atau tidak. Sebab, sesuatu yang tak bermakna bagi dirinya tentu tidak akan dilakukan.
3.      Belajar tanpa hukuman. Hukuman memang dapat membuat seseorang untuk belajar, tetapi hasilnya tidak akan bertahan lama. ia akan melakukan aktivitas belajar sekedar menghindari hukuman, manakala hukuman tak ada


aktivitaspun tidak akan dilakukan. Oleh karena itu, agar anak belajar justru harus dibebaskan dari ancaman hukuman. Belajar demikian ini menjadi penyebab anak bebas melakukan apa saja dengan mencoba-coba sesuatu yang bermanfaat. buat dirinya, mengadakan eksperimentasi hingga anak dapat menemukan sendiri mengenai sesuatu yang baru.
4.      Belajar dengan inisiatif sendiri. Belajar dengan inisiatif sendiri pada pembelajar menunjukkan betapa tingginya motivasi internal yang dipunyai. Pembelajar yang kaya inisiatif, terdapat kemampuan untuk mengarahkan dirinya sendiri, menentukan pilihannnya sendiri serta berusaha menimbang sendiri mana yang baik untuk dirinya. Ia akan berusaha totalitas pribadinya untuk mencapai sesuatu yang dicita-citakan.
5.      Belajar dan perubahan. Dunia terus berubah, dan siapapun di dunia ini tak ada yang dapat menangkal perubahan. Oleh karena itu, pembelajaran haruslah dapat belajar dalam kondisi dan situasi yang serba berubah. Kalau tidak ia akan tertindas oleh perubahan, karena itu belajar yang hanya sekedar mengingat fakta, menghafal sesuatu dipandang tidak cukup. Orang harus dapat menyesuaikan dalam sebuah dunia yang senantiasa berubah (Imron, 1996: 11-14)

2.3    Pandangan Teori Belajar Humanistik Menurut Kolb
Menurut Budiningsih (2005) Kolb yang merupakan seorang ahli penganut aliran humanistik membagi tahap-tahap belajar menjadi 4, yaitu: (1) tahap pengalaman konkret; (2) tahap pengamatan aktif dan reflektif; (3) tahap konseptualisasi; dan (4) tahap eksperimentasi aktif.
1.        Tahap Pengalaman Konkret
Tahap paling awal dalam peristiwa belajar dimana seseorang mampu mengalami suatu peristiwa sebagaimanan adanya. Ia dapat melihat dan merasakannya, dapat menceritakan peristiwa tersebut sesuai dengan apa yang dialaminya. Namun dia belum memiliki kesadaran tentang hakikat dari peristiwa tersebut. Ia hanya dapat merasakan kejadian tersebut apa adanya, dan belum dapat memahami serta menjelaskan bagaimana peristiwa itu terjadi. Ia juga belum dapat memahami mengapa peristiwa tersebut harus terjadi seperti itu.


2.        Tahap Pengamatan Aktif dan Reflektif
Tahap kedua dalam peristiwa belajar dimana seseorang semakin mampu melakukan observasi secara aktif terhadap peristiwa yang dialaminya. Ia mulai berupaya untuk mencari jawaban dan memikirkan kejadian tersebut. Ia melakukan refleksi terhadap peristiwa yang dialaminya, dengan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan bagaimana hal itu bisa terjadi, dan mengapa hal itu mesti terjadi.
3.        Tahap Konseptualisasi
Tahap ke tiga dalam peristiwa belajar adalah seseorang sudah mulai berupaya untuk membuat abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep, atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang menjadi objek perhatiannya.
4.        Tahap Eksperimentasi Aktif
Tahap terakhir dari peristiwa belajar menurut Kolb adalah melakukan eksperimentasi secara aktif. Pada tahap ini seseorang sudah mampu mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori ke dalam situais nyata. Tahap-tahap belajar demikian dilukiskan oleh Kolb sebagai suatu siklus yang berkesinambungan dan berlangsung di luar kesadaran orang yang belajar.
Dari tahapan pembelajaran menurut pandangan Kolb, ia kemudian berpikir bahwa gaya pembelajaran untuk setiap tahapan antara satu orang dengan orang lainnya berbeda. Oleh karena itu, Kolb juga membagi beberapa gaya belajar menjadi beberapa jenis, yaitu:
1.      Converger, yaitu tipe orang yang suka belajar dengan memiliki jawaban tertentu atau sudah pasti. Mereka yang memiliki gaya belajar converger biasanya ditandai dengan sifat tidak emosional dan lebih suka menghadapi benda (mati) dibandingkan manusia.
2.      Diverger, yaitu tipe belajar seseorang yang hobi  menelaah berbagai sisi dan mencobanya menghubungkan semua sisi tersebut menjadi kesatuan utuh. Orang dengan tipe diverger biasanya memiliki preferensi untuk mendalami bahasa, sastra, sejarah, atau ilmu sosial.
3.      Assimilation, yiatu tipe belajar seseorang yang cenderung tertarik pada konsep abstrak. Mereka tidak akan terlalu mermperhatikan penerapan atau praktek dari ide-ide mereka. Biasanya, orang dengan gaya belajar ini cenderung tertarik dengan hal-hal ilmiah dan matematika.


4.      Accomodator, yaitu tipe atau gaya belajar seseorang yang berusaha mengembangkan berbagai konsep. Orang dengan gaya belajar ini cenderung menyukai hal-hal yang konkrit dan bisa dipraktikkan.

2.4    Pandangan Teori Belajar Humanistik Menurut Honey dan Mumford
Tokoh teori humanistik lainnya adalah Honey dan Mumford. Pandangannya tentang belajar diilhami oleh pandangan Kolb mengenai tahap-tahap di atas. Honey dan Mumford menggolong-golongkan orang yang belajar ke dalam empat macam atau golongan, yaitu kelompok aktivis, golongan reflektor, kelompok teoritis dan golongan pragmatis. Masing-masing kelompok memiliki karakteristik yang berbeda dengan kelompok lainnya. Menurut Budiningsih (2005) karakteristik yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1.        Kelompok Aktivis
Orang-orang yang termasuk ke dalam kelompok aktivis adalah mereka yang senang melibatkan diri dan berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru. Orang-orang tipe ini mudah diajak berdialog, memiliki pikiran terbuka, menghargai pendapat orang lain, dan mudah percaya pada orang lain. Namun dalam melakukan suatu tindakan sering kali kurang pertimbangan secara matang, dan lebih banyak didorong oleh kesenangannya untukmelibatkan diri. Dalam kegiatan belajar, orang-orang demikian senang pada hal-hal yang sfatnya penemuan-penemuanbaru, seperti pemikiran baru, pengalaman barru dan sebagainya, sehingga metode yang cocok adalah problem solving, brain storming. Namun mereka akan cepat bosan dengan kegiatan-kegiatan yang implementasinya memakan waktu lama.
2.        Kelompok Reflektor
Mereka yang termasuk dalam kelompok reflektor mempunyai kecenderungan yang berlawanan dengan mereka yang termasuk kelompok aktivis. Dalam dalam melakukan suatu tindakan, orang-orang tipe reflektor sangant berhati-hati dan penuh pertimbangan. Pertimbangan-pertimbangan baik-buruk dan untung-rugi, selalu memperhitungkan dengan cermat dalam memutuskan sesuatu. Orang orang demikian tidak mudah dipengaruhi, sehingga mereka cenderung bersifat konservatif.


3.        Kelompok Teoritis
Lain halnya dengan orang-orang tipe teoritis, mereka memiliki kecenderugan yang sangat kritis, suka menganalisis, selalu berfikir rasional dengan menggunakan penalarannya. Segala sesuatu sering dikembalikan kepada teori dan konsep-konsep atau hukum-hukum. Mereka tidak menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya subjektif. Dalam melakukan atau memutuskan sesuatu, kelompok teoritis penuh dengan pertimbangan, sangat skeptis dan tidak menyukai hal-hal yang bersifat spekulatif. Mereka tampak lebih tegas dan mempunyai pendirian yang kuat, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain.
4.        Kelompok Pragmatis
Berbeda dengan orang-orang tipe prangmatis, mereka memiliki sifat-sifat praktis, tidak suka berpanjang lebar dengan teori-teori, konsep-konsep, dalil-dalil, dan sebagainya. Bagi mereka yang penting adalah aspek-aspek praktis, sesuatu yang nyata dan dapat dilaksanakan. Sesuatu hanya bermanfaat jika dapat dipraktekkan. Teori, konsep, dalil, memang penting, tetapi jika itu semua tidak dapat dipraktekkan maka teori, konsep, dalil, dan lain-lain itu tidak ada gunanya. Bagi mereka, sesuatu lebih baik dan berguna jika dapat dipraktekkan dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.

2.5    Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Humanistik
Kelebihan teori belajar humanistik menurut Budiningsih (2005) adalah sebagai berikut:
1.      Aplikasi teori ini bisa memunculkan kreativitas peserta didik atau orang yang belajar. Hal ini terjadi karena teori ini berpusat pada orang yang belajar, bukan pada materi yang harus dijejalkan pada peserta didik;
2.      Perkembangan teknologi yang pesar ekuivalen dengan perkembangan belajar;
3.      Tenaga pendidik justru memiliki tugas yang lebih ringan, tidak terpaku untuk menyelesaikan materi tetapi lebih fokus pada pengembangan setiap individu yang belajar;
4.      Teori humanistik cenderung mampu merekatkan hubungan sosial antara peserta didik. Tidak ada persaingan dalam pembelajaran karena semua orang


berhak untuk mengoptimalkan kemampuan diirnya, sesuai pada tingkatan masing-masing;
5.      Teori belajar humanistik adalah pilihan kiblat yang cocok terutama untuk pendidikan yang bersifat membentuk karakter, mengubah sikap, atau menganalisis fenomena sosial;
6.      Melatih peserta didik sebagai pribadi yang bebas dan tidak terikat dengan pendapat orang lain. Peserta didik diarahkan untuk bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri.
Sedangkan kekurangan teori belajar humanistik menurut Budiningsih (2005) adalah sebagai berikut: Aplikasi teori ini memungkinkan peserta didik untuk sulit memahamai potensi dirinya sendiri. Ini terjadi karena tenaga pendidik yang terlalu melepaskan peserta didik dalam mengeksplorasi dirinya sendiri;
1.      Peserta didik yang tidak berminat untuk mengikuti proses belajar akan tertinggal dengan peserta didik lain yang sudah memiliki niatan untuk belajar dan memperbaiki diri;
2.      Jika peserta didik tidak rajin untuk mengikuti proses pembelajaran, besar kemungkinan ia akan kesulitan mengikuti proses belajar selanjutnya karena masih tertinggal di tahap-tahap awal;
3.      Apabila peserta didik mengalami ketidak tahuan atau kurang paham atas konten pembelajaran dan tidak segera ditangani oleh tenaga pendidik, proses pembelajaran oleh peserta didik tersebut bisa terhambat;
4.      Peserta didik memiliki potensi untuk menyalahgunakan kebebasan yang diberikan;
5.      Peserta didik yang belum mampu berpikir untuk bertanggung jawab atas dirinya sendiri cenderung sulit untuk melakukan pemusatan pikiran;
6.      Pada konteks atau praktisnya, teori ini kurang mungkin untuk diterapkan pada sistem pembelajaran sekolah saat ini.

2.6    Penerapan Teori Belajar Humanistik dalam Pembelajaran
Penerapan teori belajar humanistik menurut Thobroni dan Mustofa (2012) lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik


adalah menjadi fasilitator bagi para siswa, disamping guru memberikan motivasi, kesadaran, mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Tujuan pembelajaran dalam teori ini, lebih kepada proses belajarnya dari pada hasil belajar. Sedangkan proses yang umumnya dilalui adalah sebagai berikut:
1.        Merumuskan tujuan belajar yang jelas;
2.        Mengusahakan partisipasi aktif  siswa melalui kontak belajar yang bersifat jelas, jujur, dan positif;
3.        Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri;
4.        Mendorong siswa untuk berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri;
5.        Siswa didorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya, melakukan apa yang diinginkan, dan menanggung resiko atas perilaku yang ditunjukkan;
6.        Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif, tetapi mendorong siswa untuk bertanggung jawab atas segala risiko proses belajarnya;
7.        Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai denan kecepatannya;
8.        Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa.
 Pembelajaran berdasarkan teori belajar humanistik ini, cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator keberhasilan penerapan teori belajar ini, adalah siswa merasa  senang, bergairah,berinisiatif dalam belajar, dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku, serat sikap atas kemauan sendiri.


BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Teori belajar humanistik mampu memberikan arah terhadap semua komponen pembelajaran. Semua komponen pendidikan diarahkan pada terbentuknya manusia yang ideal, yaitu manusia yang mampu mencapai aktualisasi diri. Seseorang akan mampu belajar dengan baik jika mempunyai pengertian atau pemahaman tentang dirinya.
Teori humanistik sangat membantu para pendidik dalam memahami arah belajar. Pendidik harus memperhatikan bagaimana perkembangan peserta didik dalam mengaktualisasikan diri. Pengalaman emosional, dan karakteristik individu harus dipehatikan dalam rangka perencanaan pembelajaran. Menurut teori ini, agar belajar bermakna bagi siswa, maka perlu inisiatif dan keterlibatan penuh dari siswa sendiri.




Daftar Rujukan

Budiningsih, C. A. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Imron, A. 1996. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Pustaka Jaya.
Purwo. 1989. Perkembangan Bahasa Anak Pragmatik dan Tata Bahasa.    Jakarta: Lembaga Bahasa Unika Atma Jaya.
Rogers, C. R. 1987. Antara Engkau dan Aku. Jakarta: PT Gramedia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Visitor Counter

Popular Posts

Buku Tamu


Ingin Widget ini ?
Klik di sini

Comment

About

3/random/post-list
Copyright © Lentera Pendidikan | Powered by Blogger
Design by Viva Themes | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com