TEORI
BELAJAR HUMANISTIK DAN PENERAPANNYA
(KOLB,
HONEY DAN MUMFORD)
Makalah
Disusun untuk memenuhi
Matakuliah Belajar dan Pembelajaran
yang dibina oleh Bapak
Dr. Raden Bambang Sumarsono, M.Pd
Disusun
oleh:
1. Kholifatul
Khoiria (170131601069)
2. Nella
Yanuar Rizky (170131601097)
3. Nur
Aida Indah Eliza (170131601060)
4. Rusma
Indri Oktaviani (170131601070)
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM
STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN
SEPTEMBER,
2018
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah manajemen sarana dan
prasarana tepat pada waktunya. Sholawat serta salam tak lupa penulis sampaikan
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menerangi semua umat di muka bumi ini
dengan cahaya kebenaran.
Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah ikut membantu dalam
penyelesaian penyusunan makalah ini. Khususnya kepada dosen pembimbing mata
kuliah Belajar dan Pembelajaran, yaitu Bapak Dr. Raden Bambang Sumarsono, M.Pd
yang telah membimbing dan membagi pengalamannya kepada penulis.
Penulis
menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat berbagai kekurangan dan
kesalahan, baik dari segi isi maupun segi bahasa. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat konstruktif untuk
penyempurnaan makalah ini. Penulis berharap agar makalah ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.
Malang, September 2018
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
SAMPUL i
KATA
PENGANTAR ii
DAFTAR
ISI iii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang 1
1.2 Rumusan
Masalah 1
1.3 Tujuan
2
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Teori Belajar Humanistik 3
2.2 Prinsip
Teori Belajar Humanistik 3
2.3 Pandangan
Teori Belajar Humanistik Menurut Kolb 5
2.4 Pandangan
Teori Belajar Humanistik Menurut Honey dan Mumford 7
2.5 Kelebihan
dan Kekurangan Teori Belajar Humanistik 8
2.6 Penerapan
Teori Belajar Humanistik dalam Pembelajaran 9
BAB
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan 11
DAFTAR
RUJUKAN 12
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Aliran humanisme muncul pada tahun 90-an sebagai reaksi
ketidakpuasan terhadap pendekatan psikoanalisa dan behavioristik. Sebagai
sebuah aliran dalam psikologi, aliran ini boleh dikatakan relative masih muda,
bahkan beberapa ahlinya masih hidup dan terus-menerus mengeluarkan konsep yag
relevan dengan bidang pengkajian psikologi, yang sangat menekankan pentingnya
kesadaran, aktualisasi diri, dan ha-hal yang bersifat positif tentang manusia.
Pengertian humanisik yang beragam
membuat batasan-batasan aplikasinya dalam dunia pendidikan yang beragam pula.
Teori humanisme menyatakan bahwa bagian terpenting dalam proses pembelajaran
adalah unsur manusianya. Humanisme lebih melihat sisi perkembangan kepribadian
manusia dibandingkan berfokus pada “ketidaknormalan” manusia.
Teori belajar humanisme bertujuan
bahwa belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil
jika telah memahami lingkungan dan dirinya sendiri. Teori belajar ini berusaha
memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya bukan dari sudut pandang
pengamatnya. Teori belajar ini sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati
bidang ilmu filsafat, teori kepribadian dan psikoterapi dibanding tentang
psikologi belajar. Teori humanisme lebih mementingkan isi yang dipelajari dari
pada proses belajar itu sendiri. Teori belajar ini lebih banyak berbicara tentang
konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan serta
tentang proses belajar dalam bentuk yang paling ideal. Dengan kata lain, teori
ini lebih tertarik pada pemahaman tentang proses belajar sebagaimana apa
adanya, seperti yang selama ini dikaji oleh teori-teori belajar lainnya.
1.2
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Apa
pengertian teori belajar humanistik?
2. Bagaimana
prinsip teori belajar humanistik?
3. Bagaimana
pandangan teori belajar humanistik menurut Kolb?
4. Bagaimana
pandangan teori belajar humanistik menurut Honey dan Mumford?
5. Apa
kelebihan dan kekurangan teori belajar humanistik?
6. Bagaiman
penerapan teori belajar humanistik dalam pembelajaran?
1.3
Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk
memaparkan pengertian teori belajar humanistik;
2. Untuk
menguraikan prinsip teori belajar humanistik;
3. Untuk
memaparkan pandangan teori belajar humanistik menurut Kolb;
4. Untuk
memaparkan pandangan teori belajar humanistik menurut Honey dan Mumford;
5. Untuk
menguraikan kelebihan dan kekurangan teori belajar humanistik;
6. Untuk
memaparkan penerapan teori belajar humanistik dalam pembelajaran.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Teori Belajar Humanistik
Menurut Budiningsih (2005) teori
humanistik merupakan teori yang lebih mengedepankan proses belajar yang
mengedepankan kepentingan untuk memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh karena
itu, teori belajar humanistik lebih mengarah kepada bidang kajian filsafat,
teori kepribadian, dan psikoterapi, dari pada bidang kajian psikologi belajar.
Teori humanistik lebih mengutamakan isi dari pada proses belajar itu sendiri.
Teori ini lebih banyak membicarakan tentang konsep-konsep pendidikan untuk
membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang bentuk proses belajar yang
paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih mengedepankan pada pengertian
belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada pemahaman tentang proses
belajar.
Dalam pelaksanaannya, teori
humanistik ini tampak juga dalam pendekatan belajar yang dikemukakan oleh Ausubel.
Pandangannya tentang belajar bermakna atau “Meaningful
Learning” yang juga tergolong dalam aliran kognitif, mengatakan bahwa
belajar merupakan asimilasi bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan
dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Faktor motivasi
dan pengalaman emosional sangat penting dalam pembelajaran, sebab tanpa
motivasi dan keinginan dari pihak si belajar, maka tidak akan terjadi asimilasi
pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimilikinya. Teori
humanistik berpendapat bahwa teori belajar apapun dapat dimanfaatkan, asal
tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu mencapai aktualisasi diri, pemahaman
diri, serta realisasi diri orang yang belajar, serta optimal.
2.2
Prinsip
Teori Belajar Humanistik
Menurut Purwo (1989) berdasarkan
pengertian teori belajar humanistik di atas, dapat diketahui adanya beberapa
prinsip yang terkandung dalam teori belajar humanistik. Prinsip-prinsip
tersebut antara lain:
1.
Manusia mempunyai kemampuan
belajar yang alami;
2.
Pembelajaran menjadi hal
yang signifikan ketika materi atau konten pembelajaran tersebut dianggap
memiliki relevansi dengan maksud tertentu oleh individu yang belajar;
3.
Belajar adalah aktivitas
yang menyangkut adanya perubahan dalam persepsi seseorang;
4.
Tugas belajar yang
mengancam diri lebih mudah dirasakan bila ancaman itu relatif kecil;
5.
Orang yang belajar
memiliki cara untuk belajar dengan pembelajaran yang memiliki ancaman rendah;
6.
Belajar yang bermakna
dapat diperoleh jika peserta didik melakukannya;
7.
Belajar dapat
berlangsung secara lancar apabila peserta didik dilibatkan dalam proses
belajar;
8.
Belajar yang melibatkan
peserta didik seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam;
9.
Kepercayaan diri pada
peserta didik dalam proses belajar dapat ditumbuhkan dengan membiasakan peserta
didik tersebut untuk mawas diri;
10.
Belajar sosial adalah
belajar mengenai proses belajar.
Lebih lanjut Rogers (1987) mengemukakan
beberapa prinsip teori humanistik yaitu sebagai berikut:
1.
Hasrat untuk belajar.
Hasrat untuk belajar merupakan suatu hal yang bersifat alamiah bagi manusia.
Ini disebabkan adanya hasrat ingin tahu manusia yang terus menerus terhadap
dunia dengan segala isinya. Hasrat ingin tahu ini menjadi penyebab seseorang
seseorang senantiasa berusaha mencari jawabannya dengan mangalami
aktivitas-aktivitas belajar secara terus menerus.
2.
Belajar bermakna. Makna
sangat penting dalam belajar. Seseorang beraktivitas atau tidak senantiasa akan
menimbang apakah aktivitas tersebut mempunyai makna untuk dirinya atau tidak.
Sebab, sesuatu yang tak bermakna bagi dirinya tentu tidak akan dilakukan.
3.
Belajar tanpa hukuman. Hukuman
memang dapat membuat seseorang untuk belajar, tetapi hasilnya tidak akan
bertahan lama. ia akan melakukan aktivitas belajar sekedar menghindari hukuman,
manakala hukuman tak ada
aktivitaspun tidak akan dilakukan. Oleh
karena itu, agar anak belajar justru harus dibebaskan dari ancaman hukuman.
Belajar demikian ini menjadi penyebab anak bebas melakukan apa saja dengan
mencoba-coba sesuatu yang bermanfaat. buat dirinya, mengadakan eksperimentasi
hingga anak dapat menemukan sendiri mengenai sesuatu yang baru.
4.
Belajar dengan inisiatif
sendiri. Belajar dengan inisiatif sendiri pada pembelajar menunjukkan betapa
tingginya motivasi internal yang dipunyai. Pembelajar yang kaya inisiatif,
terdapat kemampuan untuk mengarahkan dirinya sendiri, menentukan pilihannnya
sendiri serta berusaha menimbang sendiri mana yang baik untuk dirinya. Ia akan
berusaha totalitas pribadinya untuk mencapai sesuatu yang dicita-citakan.
5.
Belajar dan perubahan.
Dunia terus berubah, dan siapapun di dunia ini tak ada yang dapat menangkal
perubahan. Oleh karena itu, pembelajaran haruslah dapat belajar dalam kondisi
dan situasi yang serba berubah. Kalau tidak ia akan tertindas oleh perubahan,
karena itu belajar yang hanya sekedar mengingat fakta, menghafal sesuatu
dipandang tidak cukup. Orang harus dapat menyesuaikan dalam sebuah dunia yang
senantiasa berubah (Imron, 1996: 11-14)
2.3
Pandangan
Teori Belajar Humanistik Menurut Kolb
Menurut Budiningsih (2005) Kolb yang
merupakan seorang ahli penganut aliran humanistik membagi tahap-tahap belajar
menjadi 4, yaitu: (1) tahap pengalaman konkret; (2) tahap pengamatan aktif dan
reflektif; (3) tahap konseptualisasi; dan (4) tahap eksperimentasi aktif.
1.
Tahap Pengalaman Konkret
Tahap paling awal dalam peristiwa
belajar dimana seseorang mampu mengalami suatu peristiwa sebagaimanan adanya.
Ia dapat melihat dan merasakannya, dapat menceritakan peristiwa tersebut sesuai
dengan apa yang dialaminya. Namun dia belum memiliki kesadaran tentang hakikat
dari peristiwa tersebut. Ia hanya dapat merasakan kejadian tersebut apa adanya,
dan belum dapat memahami serta menjelaskan bagaimana peristiwa itu terjadi. Ia
juga belum dapat memahami mengapa peristiwa tersebut harus terjadi seperti itu.
2.
Tahap Pengamatan Aktif
dan Reflektif
Tahap kedua dalam peristiwa belajar
dimana seseorang semakin mampu melakukan observasi secara aktif terhadap
peristiwa yang dialaminya. Ia mulai berupaya untuk mencari jawaban dan
memikirkan kejadian tersebut. Ia melakukan refleksi terhadap peristiwa yang
dialaminya, dengan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan bagaimana hal itu bisa
terjadi, dan mengapa hal itu mesti terjadi.
3.
Tahap Konseptualisasi
Tahap ke tiga dalam peristiwa belajar
adalah seseorang sudah mulai berupaya untuk membuat abstraksi, mengembangkan
suatu teori, konsep, atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang menjadi objek
perhatiannya.
4.
Tahap Eksperimentasi
Aktif
Tahap terakhir dari peristiwa belajar
menurut Kolb adalah melakukan eksperimentasi secara aktif. Pada tahap ini
seseorang sudah mampu mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori ke dalam
situais nyata. Tahap-tahap belajar demikian dilukiskan oleh Kolb sebagai suatu
siklus yang berkesinambungan dan berlangsung di luar kesadaran orang yang
belajar.
Dari tahapan pembelajaran menurut
pandangan Kolb, ia kemudian berpikir bahwa gaya pembelajaran untuk setiap
tahapan antara satu orang dengan orang lainnya berbeda. Oleh karena itu, Kolb
juga membagi beberapa gaya belajar menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. Converger,
yaitu tipe orang yang suka belajar dengan memiliki jawaban tertentu atau sudah
pasti. Mereka yang memiliki gaya belajar converger biasanya ditandai dengan
sifat tidak emosional dan lebih suka menghadapi benda (mati) dibandingkan
manusia.
2. Diverger, yaitu
tipe belajar seseorang yang hobi
menelaah berbagai sisi dan mencobanya menghubungkan semua sisi tersebut
menjadi kesatuan utuh. Orang dengan tipe diverger biasanya memiliki preferensi
untuk mendalami bahasa, sastra, sejarah, atau ilmu sosial.
3. Assimilation, yiatu
tipe belajar seseorang yang cenderung tertarik pada konsep abstrak. Mereka
tidak akan terlalu mermperhatikan penerapan atau praktek dari ide-ide mereka.
Biasanya, orang dengan gaya belajar ini cenderung tertarik dengan hal-hal
ilmiah dan matematika.
4. Accomodator, yaitu
tipe atau gaya belajar seseorang yang berusaha mengembangkan berbagai konsep.
Orang dengan gaya belajar ini cenderung menyukai hal-hal yang konkrit dan bisa
dipraktikkan.
2.4
Pandangan
Teori Belajar Humanistik Menurut Honey dan Mumford
Tokoh teori humanistik lainnya adalah
Honey dan Mumford. Pandangannya tentang belajar diilhami oleh pandangan Kolb
mengenai tahap-tahap di atas. Honey dan Mumford menggolong-golongkan orang yang
belajar ke dalam empat macam atau golongan, yaitu kelompok aktivis, golongan
reflektor, kelompok teoritis dan golongan pragmatis. Masing-masing kelompok
memiliki karakteristik yang berbeda dengan kelompok lainnya. Menurut
Budiningsih (2005) karakteristik yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1.
Kelompok Aktivis
Orang-orang
yang termasuk ke dalam kelompok aktivis adalah mereka yang senang melibatkan
diri dan berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan dengan tujuan untuk
memperoleh pengalaman-pengalaman baru. Orang-orang tipe ini mudah diajak
berdialog, memiliki pikiran terbuka, menghargai pendapat orang lain, dan mudah
percaya pada orang lain. Namun dalam melakukan suatu tindakan sering kali
kurang pertimbangan secara matang, dan lebih banyak didorong oleh kesenangannya
untukmelibatkan diri. Dalam kegiatan belajar, orang-orang demikian senang pada
hal-hal yang sfatnya penemuan-penemuanbaru, seperti pemikiran baru, pengalaman
barru dan sebagainya, sehingga metode yang cocok adalah problem solving,
brain storming. Namun mereka akan cepat bosan dengan kegiatan-kegiatan yang
implementasinya memakan waktu lama.
2.
Kelompok Reflektor
Mereka
yang termasuk dalam kelompok reflektor mempunyai kecenderungan yang berlawanan
dengan mereka yang termasuk kelompok aktivis. Dalam dalam melakukan suatu
tindakan, orang-orang tipe reflektor sangant berhati-hati dan penuh
pertimbangan. Pertimbangan-pertimbangan baik-buruk dan untung-rugi, selalu
memperhitungkan dengan cermat dalam memutuskan sesuatu. Orang orang demikian
tidak mudah dipengaruhi, sehingga mereka cenderung bersifat konservatif.
3.
Kelompok Teoritis
Lain
halnya dengan orang-orang tipe teoritis, mereka memiliki kecenderugan yang
sangat kritis, suka menganalisis, selalu berfikir rasional dengan menggunakan
penalarannya. Segala sesuatu sering dikembalikan kepada teori dan konsep-konsep
atau hukum-hukum. Mereka tidak menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya
subjektif. Dalam melakukan atau memutuskan sesuatu, kelompok teoritis penuh
dengan pertimbangan, sangat skeptis dan tidak menyukai hal-hal yang bersifat
spekulatif. Mereka tampak lebih tegas dan mempunyai pendirian yang kuat,
sehingga tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain.
4.
Kelompok Pragmatis
Berbeda dengan orang-orang tipe
prangmatis, mereka memiliki sifat-sifat praktis, tidak suka berpanjang lebar dengan
teori-teori, konsep-konsep, dalil-dalil, dan sebagainya. Bagi mereka yang
penting adalah aspek-aspek praktis, sesuatu yang nyata dan dapat dilaksanakan.
Sesuatu hanya bermanfaat jika dapat dipraktekkan. Teori, konsep, dalil, memang
penting, tetapi jika itu semua tidak dapat dipraktekkan maka teori, konsep,
dalil, dan lain-lain itu tidak ada gunanya. Bagi mereka, sesuatu lebih baik dan
berguna jika dapat dipraktekkan dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.
2.5
Kelebihan
dan Kekurangan Teori Belajar Humanistik
Kelebihan teori belajar humanistik
menurut Budiningsih (2005) adalah sebagai berikut:
1. Aplikasi
teori ini bisa memunculkan kreativitas peserta didik atau orang yang belajar.
Hal ini terjadi karena teori ini berpusat pada orang yang belajar, bukan pada
materi yang harus dijejalkan pada peserta didik;
2. Perkembangan
teknologi yang pesar ekuivalen dengan perkembangan belajar;
3. Tenaga
pendidik justru memiliki tugas yang lebih ringan, tidak terpaku untuk
menyelesaikan materi tetapi lebih fokus pada pengembangan setiap individu yang belajar;
4. Teori
humanistik cenderung mampu merekatkan hubungan sosial antara peserta didik.
Tidak ada persaingan dalam pembelajaran karena semua orang
berhak untuk mengoptimalkan kemampuan
diirnya, sesuai pada tingkatan masing-masing;
5. Teori
belajar humanistik adalah pilihan kiblat yang cocok terutama untuk pendidikan
yang bersifat membentuk karakter, mengubah sikap, atau menganalisis fenomena
sosial;
6. Melatih
peserta didik sebagai pribadi yang bebas dan tidak terikat dengan pendapat
orang lain. Peserta didik diarahkan untuk bisa bertanggung jawab atas dirinya
sendiri.
Sedangkan kekurangan teori belajar
humanistik menurut Budiningsih (2005) adalah sebagai berikut: Aplikasi teori
ini memungkinkan peserta didik untuk sulit memahamai potensi dirinya sendiri.
Ini terjadi karena tenaga pendidik yang terlalu melepaskan peserta didik dalam
mengeksplorasi dirinya sendiri;
1. Peserta
didik yang tidak berminat untuk mengikuti proses belajar akan tertinggal dengan
peserta didik lain yang sudah memiliki niatan untuk belajar dan memperbaiki
diri;
2. Jika
peserta didik tidak rajin untuk mengikuti proses pembelajaran, besar
kemungkinan ia akan kesulitan mengikuti proses belajar selanjutnya karena masih
tertinggal di tahap-tahap awal;
3. Apabila
peserta didik mengalami ketidak tahuan atau kurang paham atas konten
pembelajaran dan tidak segera ditangani oleh tenaga pendidik, proses
pembelajaran oleh peserta didik tersebut bisa terhambat;
4. Peserta
didik memiliki potensi untuk menyalahgunakan kebebasan yang diberikan;
5. Peserta
didik yang belum mampu berpikir untuk bertanggung jawab atas dirinya sendiri
cenderung sulit untuk melakukan pemusatan pikiran;
6. Pada
konteks atau praktisnya, teori ini kurang mungkin untuk diterapkan pada sistem
pembelajaran sekolah saat ini.
2.6
Penerapan
Teori Belajar Humanistik dalam Pembelajaran
Penerapan teori belajar humanistik menurut
Thobroni dan Mustofa (2012) lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses
pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam
pembelajaran humanistik
adalah
menjadi fasilitator bagi para siswa, disamping guru memberikan motivasi,
kesadaran, mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi
pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan
pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses
pengalaman belajarnya sendiri. Tujuan pembelajaran dalam teori ini, lebih
kepada proses belajarnya dari pada hasil belajar. Sedangkan proses yang umumnya
dilalui adalah sebagai berikut:
1.
Merumuskan tujuan belajar
yang jelas;
2.
Mengusahakan partisipasi
aktif siswa melalui kontak belajar yang
bersifat jelas, jujur, dan positif;
3.
Mendorong siswa untuk
mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri;
4.
Mendorong siswa untuk
berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri;
5.
Siswa didorong untuk
bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya, melakukan apa yang diinginkan,
dan menanggung resiko atas perilaku yang ditunjukkan;
6.
Guru menerima siswa apa
adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif,
tetapi mendorong siswa untuk bertanggung jawab atas segala risiko proses
belajarnya;
7.
Memberikan kesempatan
murid untuk maju sesuai denan kecepatannya;
8.
Evaluasi diberikan secara
individual berdasarkan perolehan prestasi siswa.
Pembelajaran berdasarkan teori belajar
humanistik ini, cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang
bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis
terhadap fenomena sosial. Indikator keberhasilan penerapan teori belajar ini, adalah siswa merasa senang,
bergairah,berinisiatif dalam belajar, dan terjadi perubahan pola pikir,
perilaku, serat sikap atas kemauan sendiri.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Teori belajar humanistik mampu
memberikan arah terhadap semua komponen pembelajaran. Semua komponen pendidikan
diarahkan pada terbentuknya manusia yang ideal, yaitu manusia yang mampu
mencapai aktualisasi diri. Seseorang akan mampu belajar dengan baik jika
mempunyai pengertian atau pemahaman tentang dirinya.
Teori humanistik sangat membantu para
pendidik dalam memahami arah belajar. Pendidik harus memperhatikan bagaimana
perkembangan peserta didik dalam mengaktualisasikan diri. Pengalaman emosional,
dan karakteristik individu harus dipehatikan dalam rangka perencanaan
pembelajaran. Menurut teori ini, agar belajar bermakna bagi siswa, maka perlu
inisiatif dan keterlibatan penuh dari siswa sendiri.
Daftar Rujukan
Budiningsih, C. A. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
Rineka Cipta.
Imron, A. 1996. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Pustaka Jaya.
Purwo. 1989. Perkembangan Bahasa Anak Pragmatik dan Tata Bahasa. Jakarta: Lembaga Bahasa Unika Atma Jaya.
Rogers, C. R. 1987. Antara Engkau dan Aku. Jakarta: PT Gramedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar