ASESMEN
PEMAHAMAN PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah
Perkembangan Peserta Didik yang dibina oleh Bapak Dr. Adi Atmoko, M.Si
Disusun oleh:
1. Jihan Naziha Falahi
|
(170131601018)
|
2. Kholifatul Khoiria
|
(170131601069)
|
3. Nadya Nanda Sukawati
|
(170131601013)
|
4. Nella Yanuar Rizky
|
(170131601097)
|
5.
Nur Aida Indah Eliza
|
(170131601060)
|
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU
PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Februari, 2018
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah asesmen pemahaman perkembangan peserta didik tepat pada waktunya.
Sholawat serta salam tak lupa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah menerangi semua umat di muka bumi ini dengan cahaya kebenaran.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah ikut membantu dalam penyelesaian penyusunan makalah ini. Khususnya
kepada dosen pembimbing mata kuliah Perkembangan Peserta Didik, yaitu Bapak
Dr.AdiAtmoko, M.Si yang telah membimbing dan membagi pengalamannya kepada
penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat
berbagai kekurangan dan kesalahan, baik dari segi isi maupun segi bahasa. Untuk
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
konstruktif untuk penyempurnaan makalah ini. Penulis berharap agar makalah ini
dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada
khususnya.
Malang, 12
Februari 2018
Penulis
i
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR
ISI
ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah 1
1.2
Rumusan Masalah
1
1.3
Tujuan Penulisan
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Asesmen
3
2.2
Aspek Asesmen Perkembangan 3
2.3
Langkah-Langkah Pokok dalam Melakukan Asesmen
5
2.4
Teknik Tes
7
2.5
Teknik Non Tes 11
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan
21
DAFTAR RUJUKAN 22
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu keguatan yang bersifat umum bagi setiap
manusia di muka bumi ini. Pendidikan tidak terlepas dari segala kegiatan
manusia. Dalam kondisi apapun manusia tidak dapat menolak efek dari penerapan
pendidikan.
Kegiatan mengukur, menilai, dan mengevaluasi sangatlah penting dalam
dunia pendidikan. Hal ini tidak terlepas karena kegiatan tersebut merupakan
suatu siklus yang dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian pendidikan
telah terlaksana. Contohnya dalam evaluasi penilaian hasil belajar siswa,
kegiatan pengukuran dan penilaian merupakan langkah awal dalam proses evaluasi
tersebut. Kegiatan pengukuran yang dilakukan biasanya dituangkan dalam berbagai
bentuk tes dan hal lain yang paling banyak digunakan. Namun, tes bukanlah
satu-satunya alat dalam proses pengukuran, penilaian, dan evaluasi pendidikan
sebab masih ada teknik lain yakni teknik "Non Tes".
Teknik non tes biasanya dilakukan dengan observasi, wawancara,
pengisian angket (kuesioner), skala sikap dan lain-lain. Pada evaluasi
penilaian hasil belajar, teknik ini biasanya digunakan untuk mengukur pada
ranah afektif dan psikomotorik, sedangkan teknik tes digunakan untuk mengukur
pada ranah kognitif.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah
pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Apa pengertian asesmen?
2.
Apa saja aspek asesmen perkembangan?
3.
Bagaimana langkah-langkah pokok dalam melakukan asesmen?
4.
Bagaimana teknik tes dalam asesmen pemahaman
perkembangan peserta didik?
5.
Bagaimana teknik non tes dalam
asesmen pemahaman perkembangan peserta didik?
1
2
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk menguraikan pengertian asesmen
2.
Untuk memaparkan aspek asesmen perkembangan
3.
Untuk mendeskripsikan langkah-langkah pokok dalam
melakukan asesmen
4.
Untuk menguraikan teknik tes dalam
asesmen pemahaman perkembangan peserta didik
5.
Untuk menguraikan teknik non tes
dalam asesmen pemahaman perkembangan peserta
didik
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Asesmen
Menurut Poerwanti (2013) asesmen adalah istilah umum yang melibatkan
semua rangkaian prosedur yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang
hasil belajar peserta didik misalnya: observasi, skala bertingkat tentang
kinerja, tes tertulis dan pelaksanan penilaian mengenai kemajuan belajar peserta
didik.
Asesmen perkembangan adalah proses pengumpulan data/informasi secara
sistematis terhadap aspek-aspek perkembangan anak yang diduga berpengaruh
terhadap prestasi akademik.
2.2 Aspek Asesmen Perkembangan
Menurut Poerwanti (2013) asesmen perkembangan mencakup beberapa aspek,
antara lain:
1.
Aspek Perkembangan
Kognitif
Aspek perkembangan kognitif yaitu aspek dalam proses
pembentukan konsep sehingga dapat mengembangkan pengetahuan anak dalam hal
perkembangan bahasa, perkembangan persepsi, konsentrasi dan memori atau daya
ingat.
a. Perkembangan Bahasa
Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia
dalam mengadakan hubungan dengan sesamanya. Kemampuan berbahasa seseorang dapat
dikelompokan menjadi dua, yaitu kemampuan berbahasa pasif (reseptif) dan kemampuan berbahasa aktif (ekspresif). Kemampuan berbahasa pasif adalah kemampuan memahami
pikiran, perasaan, dan kehendak orang lain. Sedangkan kemampuan berbahasa aktif
adalah kemampuan untuk menyatakan pikiran, perasaan dan kehendak sendiri kepada
orang lain.
Asesmen perkembangan bahasa ditujukan untuk mengumpulkan
atau menghimpun data/informasi tentang aspek-aspek perkembangan bahasa yang
meliputi kemampuan memahami makna kata, kemampuan untuk
3
mengekspresikan
diri secara verbal, dan kemampuan dalam pelafalan (artikulasi).
b.
Perkembangan Persepsi
Persepsi berasal dari istilah bahasa Inggris ”Perception”
artinya tanggapan atau penerimaan langsung dari sesuatu, daya memahami atau
menanggapi sesuatu, proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui
pancainderanya. Asesmen perkembangan persepsi merupakan suatu proses
pengumpulan informasi mengenai aspek-aspek perkembangan persepsi seorang anak
yang diperlukan sebagai bahan pertimbangan dalam merencanakan suatu program
pembelajaran akademik.
Adapun ruang lingkup perkembangan persepsi terdiri dari:
(a) persepsi visual, yang meliputi persepsi warna, hubungan keruangan,
diskriminasi visual, diskriminasi bentuk dan latar, visual closure, dan pengenalan objek (object recognation), (b) persepsi auditif yang meliputi kesadaran
fonologis, diskriminasi auditif, ingatan auditif, urutan audititif, dan
perpaduan auditif, (c) persepsi kinestetik (gerak), dan (d) persepsi taktil
(perabaan).
c. Perkembangan Motorik
Perkembangan motorik berarti perkembangan pengendalian
gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat saraf, urat saraf, dan otot yang
terkoordinasi. Perkembangan motorik meliputi kemampuan dalam melakukan gerak,
baik yang bersifat gerakan kasar, gerakan halus, keseimbangan dan koordinasi.
Asesmen perkembangan motorik ditujukan untuk mengetahui
informasi tentang aspek-aspek perkembangan motorik anak yang meliputi aspek
motorik kasar, motorik halus, aspek keseimbangan dan koordinasi.
Ruang lingkup perkembangan motorik mencakup: (a) Kemampuan
untuk melakukan gerakan kasar (gross motor); (b) Kemampuan untuk melakukan
gerakan halus (fine motor); (c) Kemampuan dalam keseimbangan (balance); (d)
Kemampuan koordinasi (coordination).
2.
Aspek Perkembangan
Sosial
Aspek perkembangan sosial ialah aspek yang mengacu pada
kemampuan anak dalam berinteraksi dengan orang lain dalam situasi tertentu,
seperti melakukan adaptasi dengan lingkungan, menilai situasi, mengikuti aturan
dan membedakan kepemilikan barang.
3.
Aspek Perkembangan
Emosi
Aspek perkembangan emosi ialah kemampuan dalam
mengekspresikan perasaan-perasaan gembira, marah, sedih, takut dan keberanian.
4.
Aspek Perkembangan
Motorik
Aspek perkembangan motorik ialah kemampuan dalam melakukan
gerak, baik gerakan kasar maupun halus dan keseimbangan yang meliputi:
melakukan gerakan kasar, melakukan gerakan halus dan kesimbangan.
2.3 Langkah-Langkah Pokok dalam Melakukan
Asesmen
Menurut Sunarya (2013) langkah-langkah pokok dalam
melakukan asesmen adalah sebagai berikut:
1.
Menyusun Rencana Asesmen atau Evaluasi Hasil Belajar
Dalam merencanakan asesmen atau evaluasi hasil belajar,
perlu melakukan setidaknya enam hal, yaitu:
a. Merumuskan
tujuan dilakukannya asesmen atau evaluasi, termasuk merumuskan tujuan
terpenting dari diadakannya asesmen. Hal ini perlu dilakukan agar arah proses
asesmen jelas.
b. Menetapkan
aspek-aspek yang akan dinilai, apakah aspek kognitif, afektif, atau psikomotor.
c. Memilih dan
menentukan teknik yang akan digunakan.
d. Menyusun
instrumen yang akan dipergunakan untuk menilai proses dan hasil belajar para
peserta didik.
e.
Menentukan metode penskoran jawaban siswa.
f. Menentukan
frekuensi dan durasi kegiatan asesmen atau evaluasi (kapan, berapa kali, dan
berapa lama).
g.
Mereview tugas-tugas asesmen.
2.
Menghimpun Data
Guru bisa memilih teknik tes dengan menggunakan tes atau
memilih teknik non tes dengan melakukan pengamatan, wawancara atau angket
dengan menggunakan instrumen-instrumen tertentu berupa rating scale, check list,
interview guide atau angket. Ketika melakukan asesmen prestasi peserta
didik, para guru harus memahami situasi dan kondisi lingkungan fisik dan
psikologis. Lingkungan fisik harus tenang dan nyaman. Selama proses asesmen
berlangsung, guru juga harus memonitor jalannya asesmen dan membantu agar semuanya
berjalan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
3.
Melakukan Verifikasi Data
Verifikasi data perlu dilakukan agar kita dapat memisahkan
data yang “baik” yakni data yang akan memperjelas gambaran mengenai peserta
didik yang sedang dievaluasi) dari data yang “kurang baik” yaitu data yang akan
mengaburkan gambaran mengenai peserta didik.
4.
Mengolah dan Menganalisis Data
Tujuan dari langkah ini adalah memberikan makna terhadap
data yang telah dihimpun. Agar data yang terhimpun tersebut bisa dimaknai, kita
bisa menggunakan teknik statistik dan/atau teknik nonstatistik, berdasarkan
pada mempertimbangkan jenis data.
5.
Melakukan Penafsiran atau Interpretasi dan Menarik Kesimpulan
Kegiatan ini pada dasarnya merupakan proses verbalisasi
terhadap makna yang terkandung pada data yang telah diolah dan dianalisis
sehingga menghasilkan sejumlah kesimpulan. Kesimpulan-kesimpulan yang dibuat
tentu saja harus mengacu pada sejumlah tujuan yang telah ditentukan di awal.
6.
Menyimpan Instrumen Asesmen dan Hasil Asesmen
Langkah keenam ini memang perlu disampaikan di sini untuk
mengingatkan para guru, sebab dengan demikian mereka dapat menghemat sebagian
waktunya untuk ha-hal yang lebih baik. Dengan disimpannya instrumen dan
ringkasan dan jawaban siswa, termasuk berbagai catatan tentang upaya
memperbaiki instrumen, sewaktu-waktu Anda membutuhkan untuk memperbaiki
instrumen tes pada tahun berikutnya maka tidak akan
membutuhkan
waktu yang lama. Tentu saja, perubahan disana-sini perlu dilakukan karena isi
dan struktur unit pelajaran yang dipelajari siswa juga telah berubah.
7.
Menindaklanjuti Hasil Evaluasi
Berdasarkan data yang telah dihimpun, diolah, dianalisis,
dan disimpulkan maka Anda sebagai guru atau evaluator bisa mengambil keputusan
atau merumuskan kebijakan sebagai tindak lanjut konkret dari kegiatan
penilaian.
Dengan
demikian, seluruh kegiatan penilaian yang telah dilakukan akan membawa banyak
manfaat karena terjadi berbagai perubahan dan atau perbaikan.
2.4 Teknik Tes
Instrumen yang digunakan untuk melakukan asesmen atau evaluasi terhadap
proses dan hasil belajar, secara umum terdiri dari tes dan non tes. Terkadang,
juga menggunakan istilah teknik, sehingga ada teknik tes dan teknik non tes.
Dengan teknik tes, asesmen dilakukan dengan cara menguji peserta didik.
Sedangkan teknik non tes asesmen dilakukan tanpa menguji peserta didik.
1.
Pengertian Tes
Secara harfiah, kata “tes” berasal dari bahasa Perancis
Kuno: testum dengan arti: “piring
untuk menyisihkan logam-logam mulia” (maksudnya dengan menggunakan alat berupa
piring itu akan dapat diperoleh jenis-jenis logam mulia yang nilainya sangat
tinggi) dalam bahasa Inggris ditulis test
yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan “tes”, “ujian” atau
“percobaan”. Dalam bahasa Arab: Imtihan (Sudijono, 2005:66).
Dalam evaluasi pendidikan, tes dipahami sebagai cara yang
dapat dipergunakan atau prosedur yang perlu ditempuh dalam rangka pengukuran
dan penilaian di bidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau
serangkaian tugas baik berupa pertanyaan-pertanyaan yang yang harus dijawab
atau perintah-perintah yang harus dikerjakan oleh testee, sehingga atas dasar
data yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut dapat dihasilkan nilai yang
melambangkan tingkah laku atau prestasi testee, nilai mana dapat dibandingkan dengan
nilai-nilai yang dicapai ileh testee lainnya atau dibandingkan dengan nilai
standar tertentu (Sudijono, 2005:67).
2.
Fungsi Tes
Menurut Sudijono (2005) secara umum, ada dua macam fungsi
yang dimiliki oleh tes, yaitu:
a. Sebagai
alat pengukur peserta didik. Tes berfungsi mengukur tingkat perkembangan atau
kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik setelah menempuh proses belajar
mengajar dalam jangka waktu tertentu.
b. Sebagai
alat pengukur keberhasilan program pengajaran, karena melalui tes tersebut
dapat diketahui seberapa jauh program pengajaran yang telah ditentukan, telah
dapat dicapai.
3.
Penggolongan Tes
Sebagai alat pengukur, menurut Sudijono (2005) tes dapat
dibedakan menjadi beberapa jenis atau golongan, tergantung dari segi mana atau
dengan alasan apa penggolongan tes itu dilakukan.
a. Penggolongan
tes berdasarkan fungsinya sebagai alat pengukur perkembangan atau kemajuan
belajar peserta didik. Ditinjau dari segi fungsi yang dimiliki oleh tes sebagai
alat pengukur perkembangan peserta didik, tes dapat dibedalan menjadi enam
golongan yaitu:
1)
Tes Seleksi
Tes
seleksi sering dikenal dengan istilah "Ujian Saringan" atau
"Ujian Masuk". Tes ini dilakukan dalam rangka penerimaan calon siswa
baru, dimana hasil tes digunakan untuk memilih calon peserta didik yang
tergolong paling baik dari sekian banyak calon yang mengikuti tes.
2)
Tes Awal
Tes
awal sering dikenal dengan istilah pre-test.
Tes jenis ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh manakah materi
atau bahan pelajaran yang akan diajarkan telah dapat dikuasai oleh peserta
didik. Jadi tes awal adalah tes yang dilaksanakan sebelum bahan pelajaran
dibeeikan kepada peserta didik.
3)
Tes Akhir
Tes
akhir sering dikenal sebagai istilah post-test.
Tes akhir dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui apakah semua materi pelajaran
yang teegolong penting sudah dapat dikuasai dengan sebaik-baiknya oleh para
peserta didik.
4)
Tes Diagnostik
Tes
diagnostik adalah tes yang dilaksanakan untuk menentukan secara tepat, jenis
kesukaran yang dihadpi oleh para peserta didik dalam suatu mata pelajaran
tertentu. Materi yang ditanyakan dalam tes diagnostik pada umumnya ditekankan
pada bahan-bahan tertentu yang biasanya atau menurut pengalaman sulit dipahami
siswa.
5)
Tes Formatif
Tes
formatif adalah tes hasil belajar yang bertujuan untuk mengetahui, sudah sejauh
manakah peserta didik "telah terbentuk" (sesuai dengan tujuan
pengajaran yang telah ditentukan) setelah mereka mengikuti proses pembelajaran
dalam jangka waktu tertentu.
6)
Tes sumatif
Tes
sumatif adalah tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah sekumpulan satuan
program pengajaran selesai diberikan. Di sekolah, tes ini dikenal dengan
istilah "Ulangan Umum" atau "EBTA", dimana hasilnya
digunakan untuk mengisi niali raport atau mengisi ijazah.
b. Penggolongan
Tes Berdasarkan Aspek Psikis yang Ingin Diungkap Ditilik dari segi aspek
kejiwaan yang ingin diungkap, tes setidak-
tidaknya dapat
dibedakan menjadi lima golongan, yaitu:
1)
Tes intelegensi, yaitu tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap atau
mengetahui tingkat kecerdasan seseorang.
2)
Tes kemampuan, yaitu tes yang
dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkapkan kemampuan dasar atau bakat
jhusus yang dimiliki oleh testee.
3)
Tes sikap, yaitu salah satu jenis
tes yang dipergunakan untuk mengungkap predisposisi atau kecenderungan
seseorang untuk melakukan suatu respon tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa individu-individu maupun
obyek-obyek tertentu.
4)
Tes kepribadian , yakni tes yang
dilaksanakan dengan tujuan mengungkap ciri-ciri khas dari seseorang yang banyak
sedikitnya bersifat lahiriah, seperti gaya bicara, cara berpakaian, nada suara,
hobi atau kesenangan, dan lain-lain.
5)
Tes hasil belajar, yang sering
dikenal dengan istilah tes pencapaian, yakni tes yang biasa digunakan untuk
mengungkapkan tingkat pencapaian atau prestasi belajar. Tes hasil belajar atau
tes prestasi belajar dapat didefinisikan sebagai cara (yang dapat dipergunakan)
atau prosedur (yang dapat ditempuh) dalam rangka pengukuran dan penilaian hasil
belajar, yang berbentuk tugas dan serangkaian tugas (baik berupa
pertanyaan-pertanyaan atau soal-soal) yang harus dijawab, atau perintah-
perintah yang harus dikerjakan oleh testee,
sehingga (berdasar atas data yang diperoleh dari kegiatan pengukuran itu)
dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku atau prestasi belajar testee; nilai mana dapat dibandingkan
dengan nilai-nilai standar tertentu, atau dapat pula dibandingkan dengan
nilai-nilai yang berhasil dicapai oleh testee lainnya.
c. Penggolongan Lain-Lain
Ditilik dari segi banyaknya orang yang mengikuti tes, tes
dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
1)
Tes individual, yakni tes di mana tester hanya berhadapan dengan satu
orang testee saja, dan;
2)
Tes kelompok, yakni tes di mana tester berhadapan dengan lebih dari satu orang testee.
Ditilik dari segi waktu yang disediakan bagi testee untuk
menyelesaikan tes, tes dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
1) Power test, yakni
tes di mana waktu yang disediakan buat testee
untuk menyelesaikan tes tersebut tidak dibatasi, dan;
2) Speed test, yaitu
tes di mana waktu yang disediakan buat testee
untuk menyelesaikan tes tersebut dibatasi.
Ditilik dari segi bentuk responnya, tes dapat dibedakan
menjadi dua golongan, yaitu:
1) Verbal test, yaitu
suatu tes yang menghendaki respon (jawaban) yang tertuamh dalam bentuk ungkapan
kata-kata atau kalimay, baik secara lisan maupun secara tertulis, dan;
2) Nonverbal test, yaitu
tes yang menghendaki respon (jawaban) dari testee
bukan berupa ungkapan kata-kata atau kalimat, melainkan berupa tindakan
atau tingkah laku; jadi respon yang dikehendaki muncul dari testee adalah berupa perbuatan atau
gerakan-gerakan tertentu.
Apabila ditinjau dari segi cara mengajukan pertanyaan dan
cara memberikan jawabannya, tes dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
1) Tes
tertulis, yaitu jenis tes di mana tester dalam
mengajukan butir-butir pertanyaan atau soalnya dilakukan secara tertulis dan testee memberikan jawabannya juga secara tertulis.
2) Tes
lisan, yaitu tes di mana tester di
dalam mengajukan pertanyaan- pertanyaan atau soalnya dilakukan secara lisan,
dan testee memberikan jawabannya
secara lisan pula.
2.5 Teknik Non Tes
Dengan teknik non tes, asesmen atau evaluasi proses dan hasil belajar
peserta didik dilakukan tanpa “menguji” peserta didik, melainkan dengan
melakukan observasi atau pengamatan, melakukan wawancara, menyebar angket, dan
lain-lain.
1.
Pengamatan (Observation)
Menurut Sudijono (2005), observasi adalah cara menghimpun
bahan- bahan keterangan (data) yang dilakukan dengan melakukan pengamatan dan
pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang dijadikan sasaran
pengamatan.
Observasi sebagai alat evaluasi banyak digunakan untuk
menilai tingkah laku individu atau proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat
diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan.
Observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar, misalnya tingkah
laku peserta didik pada waktu guru pendidikan agama menyampaikan pelajaran di
kelas, tingkah laku peserta didik pada jam-jam istirahat atau pada saat
terjadinya kekosongan
pelajara, perilaku peserta didik pada saat shalat jum’at di musholla sekolah,
upacara bendera (Sudijono, 2005:77).
Observasi dapat dilakukan baik secara partisipatif (participant observation) maupun
nonpartisipatif (nonparticipatif
observation). Observasi dapat pula berbentuk observasi eksperimental (experimental observation) yaitu
observasi yang dilakukan dalam situasi buatan atau berbentuk observasi yang
dilakukan dalam situasi yang wajar (nonexperimental
observation).
Pada observasi berpartisipasi, observer (dalam hal ini pendidik yang sedang melakukan kegiatan penilaian,
seperti : guru, dosen, dan sebagainya) melibatkandiri di tengah-tengah kegiatan
observer (dalam hal ini peserta didik
yang sedang diamati tingkah lakunya, seperti murid, siswa, mahasiswa, dan
sebagainya) sedangkan pada observasi nonpartisipasi, evaluator berada “di luar
garis”, seolah-olah sebagai penonton belaka.
Pada observasi eksperimental di mana tingkah laku yang
diharapkan muncul karena peserta didik dikenai perlakuan (treatment) atau suatu kondisi tertentu, maka observasi memerlukan
perencanaan dan persiapan yang benar- benar matang, sedangkan pada observasi
yang dilakusanakan dalam situasi yang wajar, pelaksanaannya jauh lebih
sederhana karena observasi semacam ini dapat dilakukan secara sepintas lalu saja.
Jika observasi digunakan sebagai alat evaluasi, maka harus
selalu diingat bahwa pencatatan hasil observasi itu pada umumnya jauh lebih
sukar daripada mencatat jawaban-jawaban yang diberikan oleh peserta didik
terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diberikan dalam suatu tes, ulangan atau
ujian, sebab respon yang diperoleh dalam observasi adalah berupa tingkah laku.
Mencatat
tingkah laku adalah merupakan pekerjaan yang sulit, sebabdi sini observer
selaku evaluator harus dapat dengan secara cepat mencatatnya.
Pencatatan
terhadap segala sesuatu yang dapat disaksikan dalam observasi itu penting
sekali sebab hasilnya akan dijadikan landasan untuk menilai makna yang
terkandung dibalik tingkah laku peserta didik tersebut.
Observasi yang dilaksanakan terlebih dahulu membuat
perencanaan secara matang, dikenal dengan istilah observasi sistematis (systematic observation).
Pada observasi
jenis ini, observasi dilaksanakan dengan berlandaskan pada kerangka
kerja yang memuat faktor-faktor yang telah diatur kategorisasinya. Isi dan luas
materi observasinya pun telah ditetapkan dan dibatasi secara tegas, sehingga
pengamatan dan sekaligus pencatatan yang dilakukan oleh evaluator dalam rangka
evaluasi hasil belajar peserta didik iitu sifatnya selektif. Faktor- faktor apa
saja yang tercantum dalam pedoman observasi itulah yang diamati dan dicatat.
Diluar itu tidak perlu dilakukan pengamatan dan pencatatan.
Pedoman
observasi itu wujud kongkretnya adalah sebuah atau beberapa buah formulir
(blanhko atau form) yang didalamnya
dimuat segi-segi, aspek-aspek atau tingkah laku yang perlu diamati atau dicatat
pada waktu berlangsungnya kegiatan para peserta didik. Berikut ini dikemukakan
dua buah contoh instrumen evaluasi berupa daftar iisian dalam rangka menilai
keterampilan peserta didik, dalam suatu observasi sitematis.
Hasil penilaian dengan menggunakan instrumen tersebut
diatas adalah individual. Setelah selesai, nilai-nilai individual itu
dimasukkan kedalam daftar nilai yang sifatnya kolektif, seperti contoh berikut:
Dalam evaluasi hasil belajar dimana dipergunakan observasi
nonsistematis, yaitu observasi dimana observer atau evaluator dalam melakukan
pengamatan dan pencatatan tidak dibatasi oleh kerangka kerja yang pasti maka
kegiatan observasi maka kegiatan observbasi di sini semata0mata hanya dibatasi
oleh tujuan dari observasi itu sendiri.
Contoh yang dapat dikemukakan disini misalnya adalah
seorang guru pendidikan agama islam dalam bulan ramadhan melakukan observasi
pada satu atau bebrapa mesjid atau mushola, guna mengetahui dan selanjutnya
menilai keaktifan siswa-siswanya dalam menjalankan ibadah shalat tarawih dan
shalat witir. Contoh lainnya, pada waktu-waktu istirahat, seorang guru
pendidikan agama islamsambil menikmati minuman di kafetaria sekolah mengamati hal-
hal yang dibicarakan oleh para siswanya. Apakah hal-hal yang dibicarakan itu
sifatnya baik (positif) ataukah hal-hal yang sifatnya kurang baik (negatif).
Tabel 2.3 Observasi berupa Rating Scale
Nama Siswa :
.............................................................................
Kelas :.................................................................
|
||||||
No
|
Kegiatan/ Aspek yang dinilai
|
Selalu
|
Sering
|
Kadang-
kadang
|
Tidak
pernah
|
|
1.
|
Datang tepat pada waktunya
|
X
|
||||
2.
|
Rapi dalam berpakaian
|
X
|
||||
3.
|
Rapi dalam menulis dan
mengerjakan pekerjaan.
|
X
|
||||
4.
|
Menjaga kebersihan badan.
|
X
|
||||
5.
|
Hormat kepada guru agama
|
X
|
||||
6.
|
Rukun dengan teman-teman
sekelasnya
|
X
|
||||
7.
|
Suka mengganggu ketenangan
belajar di dalam kelas
|
X
|
||||
8.
|
Suka berbuat onar di luar
kelas
|
X
|
||||
9.
|
Mengerjakan PR tepat pada
waktunya
|
X
|
||||
10.
|
Aktif dalam aktivitas keagamaan yang
dijadwalkan
oleh guru agama.
|
X
|
||||
Dan seterusnya
|
||||||
Jumlah skor
|
7
|
1
|
1
|
1
|
||
Yogyakarta,....................................
Guru Agama/Penilai
.......................................................
|
Instrumen observasi berupa Rating Scale, dalam rangka menilai sikap peserta didik dalam
mengikuti pengajaran pendidikan agama Islam di sekolah.
Catatan: untuk item 1 sampai dengan 6 dan item 9 dan 10
diberikan skor sebagai berikut: selalu= 4; sering=3; kadang-kadang=2; tidak
pernah=1 sedangkan untuk item 7 dan 8 diberi skor sebagai berikut : selalu=1;
sering=2; kadang-kadang=3; tidak pernah=4. Jadi apabila hasil penilaian lewat
observasi seperti dikemukakan diatas kita beri skor, keadaannya adalah sebagai
berikut: (6 x 4)+4+3+4+3=38.
Penilaian atau evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan
dengan melakukan observasi itu disamping memiliki kelebihan, juga tidak telepas
dari kelemahan.
Menurut Sudijono
(2005) kelebihan yang dimiliki oleh observasi yaitu:
a. Data
observasi diperoleh secara langsung di lapangan, dengan cara melihat dan
mengamati kegiatan atau ekspresi peseta didik di dalam melakukan sesuatu,
sehingga data tersebut dapat lebih bersifat obyektif dalam melukiskan
aspek-aspek kepribasian peserta didik menurut keadaan yang senyatanya.
b. Data
hasil observasi dapat mencakup berbagasi aspek kepribadian masing- masing
individu peserta didik; dengan demikian maka di dalam pengolahannya tidak berat
sebelah atau hanya menekankan pada salah satu segi saja dari kecakapan atau
prestasi belajar mereka.
Adapun segi-segi kelemahannya menurt Sudijono (2005), di
antara lain adalah, bahwa:
a.
Observasi sebagai salah satu alat
evaluasi hasil belajar tidak selalu dapat dilakukan dengan baik dan benar oleh
para pengajar. Guru yang tidak atau kurang memiliki kecakapan atau keterampilan
dalam melakukan observasi, maka hasil observasinya menjadi kurang dapat
diyakini kebenarannya. Untuk menghasilkan data observasi yang baik, seorang
guru harus mampu membedakan antara; apa yang tersurat, dengan apa yang tersirat.
b.
Kepribadian (personality) dari observer atau elvaluator juga acapkali mewarnai
atau menyelinap masuk ke dalam penilaian yang dilakukan dengan cara observasi.
Prasangka-prasangka yang mungkin melekat pada diri observer (evaluator) dapat
mengakibatkan sulit dipisahkannya secara tegas mengenai tingkah laku peserta
didik yang diamatinya.
c.
Data yang diperoleh dari kegiatan observasi umumnya.
Baru dapat
mengungkap
“kulit luar”nya saja. Adapun apa-apa yang sesungguhnya terjadi di balik hasil
pengamatan itu belum dapat diungkap secara tuntas hanya dengan melakukan
observasi saja. Karena itu observasinya harus didukung dengan cara-cara
lainnya, misalnya dengan melakukan wawancara.
2.
Wawancara
Secara umum yang dimaksud wawancara adalah cara menghimpun
bahan- bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan
secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang ditentukan
(Sudijono, 2005:82).
Menurut Sudijono (2005), ada dua jenis wawancara yang dapat
dipergunakan sebagai alat evaluasi, yaitu:
a.
Wawancara terpimpin (guided interview) yang juga sering
dikenal dikenal dengan istilah wawancara berstruktur (structured interview) atau wawancara sistematis (systematic
intervie).
b.
Wawancara tidak terpimpin (Iun-guided interview) yang sering
dikenal dengan istilah wawancara sederhana (simple
interview) atau wawancara tidak sistematis (non-systematic interview).
Dalam wawancara terpimpin, evaluator melakukan tanya jawab
lisan dengan pihak-pihak yang diperlukan; misalnya wawancara dengan peserta
didik, wawancara dengan orang tua atau wali murid dan lain-lain, dalam rangka
menghimpun bahan-bahan keterangan untuk penilaian terhadap peserta didiknya.
Wawancara ini sudah dipersiapkan secara matang, yaitu dengan berpegang pada
panduan wawancara (interview guiide) yang butir-butir itemnya terdiri dari
hal-hal yang dipandang perlu guna mengungkap kebiasaan hidup sehari-hari
peserta didik, hal-hal yang disukai dan tidak disukai,
keinginan dan cita-citanya, cara belajarnya, cara menggunakan waktu
luangnya, bacaannya dan sebagainya.
Di antara kelebihan yang dimiliki oleh wawancara adalah,
bahwa dengan melakukan wawancara pewawancara sebagai evaluator (dalam hal ini
guru, dosen dan lain-lain) dapat melakukan kontak langsung dengan peserta didik
yang akan dinilai, sehingga dapat diperoleh hasil penilaian yang lebih
lengkapdan mendalam. Dengan melakukan wawancara, peserta didik dapat
mengeluarkan isi hatinya secara lebih bebas. Melalui wawancara, data dapat
diperoleh dalam bentuk kualitatif maupun kuantitatif; pertanyaan-pertanyaan
yang kurang jelas dapat diulang dan dijelaskan lagi dan sebaliknya jawaban-
jawaban yang belum jelas dapat diminta lagi dengan lebih terarah dan lebih bermakna,
asalkan tidak mempengaruhi atau mengarahkan jawaban peserta didik.
Wawancara juga dapat dilengkapi dengan alat bantu berupa tape recorder( alat perekam suara),
sehingga jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
yang
diajukan dapat dicatat dengan secara lebih lengkap. Penggunaan pedoman
wawancara dan alat bantu perekam suara itu akan sangat membantu kepada
pewawancara dalam mengategorikan dan menganalisis jawaban-jawaban yang
diberikan oleh peserta didik untuk pada akhirnya dapat ditarik kesimpulannya.
Dalam wawancara bebas, pewawancara selalu evaluator
dmengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada peserta didik atau orang tuanya tanpa
dikendalikan oleh pedoman tertentu. Mereka dengan bebas mengemukakan jawabannya
. hanya saja pada saat menganalisis dan menarik kesimpulan hasil wawancara
bebas ini pewawancara atau evaluator akan dihadapkan pada kesulitan-kesulitan,
terutama pabila jawaban mereka beraneka ragam. Dalam pada itu mengingat bahwa
daya ingat manusia itu dibatasi oleh ruang dan waktu, maka sebaiknya
hasil-hasil wawancara dicatat seketika. Mencatat hasil wawancara terpimpin
tidaklah terlalu sulit, sebab pewawancara sudah dilengkapi dengan alat bantu
berupa pedoman wawancara; sebaliknya mencatat hasil wawancara bebas adalah jauh
lebih sulit, dan oleh karenanya pewawancara harus terampil dalam mencatat
pokok-pokok jawaban yang diberikan oleh para interview (Sudijono, 2005:83-84).
3.
Angket
Angket (questionnaire) juga dapat digunakan sebagai alat
bantu dalam rangka penilaian hasil belajar. Berbeda dengan wawancara dimana
penilai (evulator) berhadapan secara langsung (face to face) dengan peserta
didik atau dengan pihak lainnya, maka dengan menggunakan angket pengumpulan
data sebagai bahan penilaian hasil belajar jauh lebih praktis, menghemat waktu
dan tenaga. Hanya saja, jawaban-jawaban yang diberikan acapkali tidak sesuai
dengan kenyataan yang sebenarnya; apalagi jika pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan dalam angket itu kurang tajam, sehingga memungkinkan bagi responden
untuk memberikan jawaban yang diperkirakan akan melegakan atau memberikan
kepuasan kepada pihak penilai (Sudijono, 2005:84).
Angket dapat diberikan langsung kepada peserta didik, dapat
pula diberikan kepada orang tua mereka. Pada umumnya tujuan penggunaan angket
atau kuesioner dalam proses pembelajaran terutama adalah untuk memperoleh data
mengenai latar belakang peserta didik sebagai salah satu bahan dalam
menganalisis tingkah laku dan proses belajar mereka. Disamping itu juga
dimaksudkan untuk memperoleh data sebagai bahan dalam menyusun kurikulum dan
proram pembelajaran.
Data yang dapat dihimpun melalui kuesioner misalnya adalah
data yang berkenaan dengan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik
dalam mengikuti pelajaran, cara belajar mereka, fasilitas belajarnya, bimbingan
belajar, motivasi dan minat belajarnya, sikap belajarnya, sikap terhadap mata
pelajaran tertentu, pandangan siswa terhadap proses pembelajaran dan sikap
mereka terhadap guru.
Kuesioner sering digunakan untuk menilai hasil belajar
ranah afektif. Ia dapat berupa kuesioner bentuk pilihan ganda (multiple choice item) dan dapat pula
berbentuk skala sikap. Skala yang mengkukur sikap, sangat terkenal dan sering
digunakan untuk mengungkap sikap peserta didik adalah skala likert.
Kuesioner sebagai alat evaluasi juga sangat berguna untuk
mengungkap latar belakang orang tua peserta didik maupun peserta didik itu
sendiri, di mana data yang berhasil diperoleh melalui kuesioner itu pada suatu
saat akan diperlukan, terutama apabila terjadi kasus-kasus tertentu yang
menyangkut diri peserta didik (Sudijono, 2005:85).
4.
Pemeriksaan Dokumen (Documentary Analysis)
Evaluasi mengenai kemajuan, perkembangan atau keberhasilan
belajar peserta didik tanpa menguji ( teknik nontes) juga dapat dilengkapi atau
diperkaya dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen misalnya
dokumen yang memuat informasi mengenai riwayat hidup (auto biografi), seperti
kapan dan dimana peserta didik dilahirkan, agama yang dianut, kedudukan anak di
dalam keluarga, sejak kapan diterima sebagai siswa, dari mana sekolah asalnya,
apakah ia pernah tinggal kelas, apakah ia pernah merasakan kejuaraan sebagai
siswa berprestasi, apakah ia memiliki keterampilan khas dan pernah mendapatkan
penghargaan, apakah ia menderita penyakit
serius, dan sebagainya. Selain itu juga dokumen yang memuat informasi tentang
orang tua peserta didik seperti nama, tempat tinggal, tempat dan tanggal lahir,
agama yang dianut, pekerjaan pokoknya, jenjang pendidikannya, rata-rata
penghasilan setiap bulan, dan sebagainya. Juga dokumen yang memuat tentang
lingkungan nonsosial seperti: kondisi bangunan rumah, ruang belajar, dan
sebagainya.
Berbagai infomasi, baik mengenai peserta didik, orang tua
dan lingkungannya itu bukan tidak mungkin pada saat-saat tertentu sangat
diperlukan sebagai bahan pelengkap bagi pendidik dalam melakukan evaluasi hasil
belajar terhadap peserta didiknya. Informasi-informasi tersebut dapat direkam
melalui sebuah dokumen berbentuk formulir atau blanko isian, yang harus diisi
pada saat peserta didik untuk pertama kali diterima sebagai siswa di sekolah
yang bersangkutan (Sudijono, 2005:90-91).
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Asesmen perkembangan adalah proses pengumpulan data/informasi secara
sistematis terhadap aspek-aspek perkembangan anak yang diduga berpengaruh
terhadap prestasi akademik.
Asesmen perkembangan mencakup beberapa aspek, antara lain aspek
perkembangan kognitif (bahasa, persepsi, motorik), aspek perkembangan sosial,
aspek perkembangan emosi, dan aspek perkembangan motorik. Langkah-langkah pokok dalam melakukan asesmen adalah menyusun
rencana asesmen atau evaluasi hasil belajar, menghimpun data, melakukan verifikasi
data, mengolah dan menganalisis data, melakukan penafsiran atau interpretasi
dan menarik kesimpulan, menyimpan instrumen asesmen dan hasil asesmen, dan
menindaklanjuti hasil evaluasi.
Instrumen yang digunakan untuk melakukan asesmen atau evaluasi terhadap
proses dan hasil belajar, secara umum terdiri dari tes dan non tes. Terkadang,
juga menggunakan istilah teknik, sehingga ada teknik tes dan teknik non tes.
Dengan teknik tes, asesmen dilakukan dengan cara menguji peserta didik.
Sedangkan teknik non tes asesmen dilakukan tanpa menguji peserta didik. Teknik
tes terdiri dari beberapa golongan. Penggolongan tes berdasarkan fungsinya (tes
seleksi, tes awal, tes akhir, tes
diagnostik, tes formatif, tes sumatif), penggolongan tes
berdasarkan aspek psikis yang ingin diungkap (tes intelegensi, tes
kemampuan, tes sikap, tes kepribadian , tes hasil belajar). Ditilik dari segi
banyaknya orang yang mengikuti tes (tes individual dan tes kelompok), ditilik
dari segi waktu yang disediakan bagi testee untuk menyelesaikan tes (power test dan speed test), ditilik dari segi bentuk responnya (verbal
test dan nonverbal test ),
ditinjau dari segi cara mengajukan pertanyaan dan cara memberikan jawabannya
(tes tertulis dan tes lisan). Dengan teknik non tes, asesmen atau evaluasi proses
dan hasil belajar peserta didik dilakukan tanpa “menguji” peserta didik,
melainkan dengan melakukan observasi atau pengamatan, melakukan wawancara,
menyebar angket, dan pemeriksaan dokumen.
21
DAFTAR
RUJUKAN
Poerwanti, E. 2013. Konsep Dasar Asesmen, (online), (http://storage.kopertis.or.id/kelembagaan/Applied%20Approach/MATERI/D
rs.%20Suworno,%20M.Si/1-Konsep-Dasar-Asesmen-Pembelajaran.pdf)
diakses 8 Februari 2018
Sudijono, Anas. 2005. Pengantar
Evaluasi Pendidikan. Jakarta:PT Rajagrafindo Persada
Sunarya, Yaya. 2013. Langkah-langkah Asesmen, (online), (http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR_PSIKOLOGI_PEND_DAN_BIMBIN
GAN/195911301987031-YAYA_SUNARYA/BAHAN_EVALUASI-
ASESMEN/LANGKAH-LANGKAH.pdf)
diakses 8 Februari 2018
22
Tidak ada komentar:
Posting Komentar