SUPERVISI PENGAJARAN BERDASARKAN PANDANGAN PSIKOLOGI
Makalah
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Supervisi Pendidikan
yang dibina oleh Bapak Imam Gunawan, S.Pd., M.Pd
Disusun oleh:
Idqa Nanda Ayu (170131601047)
Kholifatul Khoiria (170131601069)
Ratna Kusuma Dewi (170131601055)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Februari, 2018
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN
Februari, 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Supervisi Pengajaran Berdasarkan Pandangan Psikologi” ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam tak lupa kami sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menerangi semua umat di muka bumi ini dengan cahaya kebenaran.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah ikut membantu dalam penyelesaian penyusunan makalah ini. Khususnya kepada dosen pembimbing yaitu Bapak Imam Gunawan, S.Pd., M.Pd yang telah membimbing dan membagi pengalamannya kepada kami.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat berbagai kekurangan dan kesalahan, baik dari segi isi maupun dari segi bahasa. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat konstruktif untuk penyempurnaan makalah ini. Kami berharap agar laporan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca.
Malang, Februari 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Penulisan 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Psikologi Behavioristik 3
B. Psikologi Humanistik 5
C. Psikologi Kognitif 7
D. Skema Orientasi Pandangan Belajar Berdasarkan Pandangan Psikologi 9
E. Orientasi Pandangan Supervisi Pengajaran 10
1. Orientasi Pandangan Supervisi Pengajaran 11
2. Orientasi Perilaku Supervisor 12
BAB III PENUTUP
Kesimpulan 14
DAFTAR RUJUKAN 15
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1: Pandangan tentang Belajar 10
Tabel 1.2: Pandangan Supervisi Pembelajaran 11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Supervisi pembelajaran dapat dipandang dari perspektif psikologis tertentu. Masing-masing pandangan berangkat dari asumsi-asumsi psikologis tertentu. Ada pandangan yang berangkat dari asumsi asumsi psikologis behavioristik, ada pandangan yang berangkat dari asumsi psikologi kognitif, dan ada pandangan yang berangkat dari asumsi psikologi humanistic. Dari asumsi-asumsi psikologis demikian, supervisor akan dapat menemukan, pandangan yang paling cocok diterapkan untuk kategori guru yang akan ditangani (Imron, 68:2012).
Pada makalah ini akan dibahas : (1) supervisi pengajaran berdasarkan pandangan psikologi behavioristik, psikologi humanistik, psikologi kognitif, (2) skema orientasi pandangan belajar, (3) orientasi perilaku supervisi pengajaran, dan (4) orientasi perilaku supervisor.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini yakni:
1. Apa yang dimaksud dengan psikologi pembelajaran behavioristik?
2. Apa yang dimaksud dengan psikologi pembelajaran humanistik?
3. Apa yang dimaksud dengan psikologi pembelajaran kognitif?
4. Bagaimana skema orientasi pandangan belajar berdasarkan pandangan psikologi?
5. Apa yang dimaksud orientasi pandangan supervisi pengajaran?
6. Apa saja yang termasuk dalam orientasi perilaku supervisor?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas matakuliah supervisi pendidikan dan untuk menjawab pertanyaan yang ada dirumusan masalah yaitu:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan psikologi pembelajaran behavioristik;
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan psikologi pembelajaran humanistik;
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan psikologi pembelajaran kognitif;
4. Untuk mengetahui bagaimana skema orientasi pandangan belajar berdasarkan pandangan psikologi;
5. Untuk mengetahui apa yang dimaksud orientasi pandangan supervisi pengajaran; dan
6. Untuk mengetahui apa saja yang termasuk dalam orientasi perilaku supervisor.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Psikologi Behavioristik
Dipopulerkan di Amerika oleh John Broadus Watson pada tahun 1878-1958. Behaviorisme artinya serba tingkah laku, psikologi behaviorisme adalah psikologi yang menekankan pada tingkah laku. Behaviorisme didasarkan pada ajaran materialisme. Psikologi ini mengalami perkembangan yang sangat pesat setelah Pavlov berhasil mengadakan eksperimen refleksi air liur pada anjing untuk menjelaskan teori belajar refleks bersyarat atau teori mengondisian klasik (Prewira, 2012).
1. Prinsip Psikologi behaviorisme.
J. B. Watson (1925) mengemukakan psikologi merupakan studi yang objektif terhadap tingkah laku manusia dan hewan. Menurutnya psikologi sepenuhnya bersifat objektif. Watson menganut determinisme lingkungan (environmentalism) yang merupakan pengaruh kuat dari paham empirisme di Amerika Serikat. Menurut Watson lingkungan sangat penting dibandingkan dengan faktor-faktor keturunan dalam membentuk tingkah laku. Watson juga berpendapat bahwa pengondisian merupakan kunci untuk memahami tingkah laku. Watson menegaskan tujuan psikologi behaviorisme dengan meramalkan desponsi dan mengendalikan tingkah laku manusia (dan hewan).
Menurut Watson (1925), kesadaran bukan masalah pokok penelitian sedangkan unit tingkah laku berupa refleks atau hubungan S-R. Tingkah laku tersusun atas unsur-unsur resposi dan dapat dianalisis secara tuntas dengan metode ilmiah objektif. Metode penting dalam psikologi behaviorisme adalah pengondisian. Ia menolak metode introspeksi sebagai metode untuk mempelajari atau meneliti tingkah laku. Sebab setiap respon mempunyai stimulus yang efektif dan setiap tingkah laku ada sebab-sebab tertentunya atau ada determinisme efektifnya.
Guthrie, seorang tokoh lain psikologi behaviorisme mengusulkan teori tingkah laku berdasarkan hukum tunggal. Guthrie (1952) mengatakan bahwa pada setiap respons yang timbul pada saat tertentu
pasti terhubung dengan unsur-unsur stimulus yang tampil pada saat itu juga. Dengan demikian respon juga terjadi saat itu.
Skinner (1938) menggunakan pendekatan objektif yang terkenal dengan nama operant conditioning (pengondisian operan). Pendekatan tersebut banyak berjasa dalam bidang praktik pendidikan.
2. Sumbangan Sistem Psikologi Behaviorisme Dalam Pendidikan
Berikut ini adalah sumbangan sumbangan yang diberikan psikologi behaviorisme pada bidang pendidikan.
a. Psikologi behaviorisme telah memberikan sumbangan yang cukup berarti dalam perkembangan dunia pendidikan dalam hal belajar dan motivasi.
b. Psikologi behaviorisme berhasil menyelesaikan perdebatan kontroversial antara pendekatan pendekatan mentalistik dan mekanistik terhadap tingkah laku manusia
c. Psikologi behaviorisme banyak memberikan perhatian pada semua bidang psikologi, misalnya pada masalah emosi dan perilaku kanak-kanak
d. Psikologi behaviorisme telah memberikan metode baru dalam pengejaran yang terkenal dengan belajar berprogram dan mencapai sukses diberbagai negara
e. Psikologi behaviorisme memandang penting pada lingkungnan sekitar dan dampaknya terhadap pertumbuhan dan perkembangan manusia
f. Psikologi behaviorisme percaya bahwa semua perilaku dipelajari dalam proses interaksi yang konstan dengan lingkungan sekitarnya
g. Psikologi behaviorisme telah mengembangkan metode baru dalam teknik-teknik pelayanan pada para penderita penyesuaian yang salah atau yang disebut dengan maladaptasi. Dengan demikian, psikologi behaviorisme tidak hanya bergerak dalam pendidikan anak-anak yang sehat mentalnya, tapi juga menangani anak-anak yang mengalami kelainan-kelainan mental (dibidang kesehatan mental dan bimbingan konseling).
Psikologi perilaku, juga dikenal dengan psikologi behaviorisme adalah teori belajar yang didasarkan pada gagasan bahwa semua perilaku diperoleh melalui pengkondisian (Surna dan Pandeirot, 2014).
B. Psikologi Humanistik
Aliran humanistik muncul pada tahun 1940-an sebagai reaksi ketidakpuasan terhadap pendekatan psikoanalisa dan behavioristik. Sebagai sebuah aliran dalam psikologi, aliran ini boleh dikatakan relatif masih muda, bahkan beberapa ahlinya masih hidup dan terus-menerus mengeluarkan konsep yang relevan dengan bidang pengkajian psikologi, yang sangat menekankan pentingnya kesadaran, aktualisasi diri, dan hal-hal yang bersifat positif tentang manusia (Rachmahana, 2008).
Aliran psikologi humanistik sangat terkenal dengan konsepsi bahwa esensinya manusia itu baik menjadi dasar keyakinan dan menghormati sisi kemanusiaan. Psikologi humasnistik utamanya didasari atas atau merupakan realisasi dari psikologi eksistensial dan pemahaman akan keberadaan dan tanggungjawab sosial seseorang. Dua psikolog yang ternama, Carl Rogers dan Abraham Maslow, memulai gerakan psikologi humanistik perspektif baru mengenai pemahaman kepribadian seseorang dan meningkatkan kepuasan hidup mereka secara keseluruhan (Danim, 2011).
Menurut Danim (2011), ketika perang pecah di tahun 1960-an, dunia merasa terdorong untuk lebih memahami sifat kemanusiaan. Pandangan humanistik menginisiasi sebuah mekanisme untuk memahami apa memamng individu lebih cenderung ingin melibatkan diri dalam konflik atau mewujudkan perdamaian. Kemudian muncul pemikiran bagaimana secara humanis dibangun mekanisme untuk mereduksi semangat memancing konflik ke menciptakan perdamaian. Teori ini dipandang sebagai “teori sederhana” dan telah menjadi populer, serta topik favorit didalam keseluruhan seni membantu diri sendiri atau self help. Selain itu, perjuangan umat manusia untuk memperoleh pemahaman yang lebih besar akan arti hidup serta eksistensinya merupakan landasan konflik abadi dalam panggung dan seni kehidupan. Premis psikologi humanistik sesungguhnya humanistik sederhana. Pemikiran yang sederhana atau menyederhanakan pikiran tentang esensi kesadaran manusia ini pulalah yang menjadi sumber
penentangan aliran ini. Penganut humanis mematuhi keyakinan ini sebagai aspek yang paling signifikan mengenai seseorang seperti berikut ini.
1. Humanis menekankan kondisi disini dan sekarang, bukan memeriksa masa lalu atau mencoba untuk memprediksi masa depan.
2. Individu secara mental sehat, dia mengambil tanggungjawab pribadi atas tidakannya, tidak peduli apakah tindakan tersebut positif atau negatif.
3. Setiap orang secara inheren ingin dan berniat untuk berbuat baik. Kalaupun tindakan tertentu yang dilakukannya mungkin negatif atau ditafsirkan negatif, tindakan itu tidak membatalkan nilai mereka sebagai pribadi.
4. Tujuan akhir hidup adalah untuk mencapai pertumbuhan dan pemahaman pribadi yang bahagia. Individu secara konstan berusaha memahami dan memperbaiki diri menuju kondisi terbaiknya.
Psikologi humanistik, bukan semata-mata berfokus pada kehendak bebas individu, pertumbuhan pribadi, dan aktualisasi diri. Pemikir humanis seperti Abraham Maslow dan Carl Rogers. Maslow (1954) mengatakan psikologi humanistik sebagai generasi ketiga dalam psikologi.
Pada tahun 1950-an psikologi humanistik muncul sebagai reaksi terhadap psikoanalisa dan behaviorisme yang mendominasi aliran psikologi. Psikoanalisis difokuskan pada pemahaman motivasi bawah sadar yang mendorong perilaku, sementara behaviorisme mempelajari proses pengkondisian yang menghasilkan perilaku. Psikologi humanistik bukan difokuskan pada potensi masing-masing individu dan menekankan pentingnya pertumbuhan dan aktualisasi diri. Kepercayaan dasar psikologi humanistik adalah bahwa bawaan orang-orang sejatinya baik, kondisi sosial dan lingkungan alamlah yang mendorong lahirnya penyimpangan (Danim, 2011).
Menurut Schultz dan Schultz (2001), ciri-ciri dan tujuan psikologi humanistik adalah:
1. Memusatkan perhatian pada pribadi yang mengalami dan karenanya berfokus pada pengalaman sebagai fenomena dalam mempelajari manusia.
- Menekankan pada kualitas-kualitas yang khas manusia, seperti memilih, kreativitas, menilai, dan realisasi diri, sebagai lawan dari pemikiran tentang manusia yang mekanistik dan reduksionistik.
- Menyandarkan diri pada kebermaknaan dalam memilih masalah-masalah yang akan dipelajari dan prosedur-prosedur penelitian yang akan digunakan serta menentang penekanan yang berlebihan pada objektivitas yang mengorbankan signifikansi.
- Memberikan perhatian penuh dan meletakkan nilai yang tinggi pada kemuliaan dan martabat manusia serta tertarik pada perkembangan potensi yang inheren pada setiap individu.
C. Aliran Kognitif
Psikologi kognitif adalah cabang psikologi yang mempelajari proses mental termasuk bagaimana orang berpikir, merasakan, mengingat, dan belajar. Psikologi ini berhubungan dengan disiplin ilmu lain termasuk ilmu saraf, filsafat, dan linguistik. Salah satu teori yang paling berpengaruh dari aliran pemikiran ini adalah tahap-tahap perkembangan kognitif, teori yang diusulkan oleh Jean Peaget (Danim, 2011).
Para psikolog kognitif berpendapat bahwa Psikologi kognitif berkutat dengan cara kita memperoleh informasi mengenai dunia, cara informasi itu disimpan dan diproses oleh otak, cara kita menyelesaikan masalah, berpikir dan menyusun bahasa dan bagaimana proses-proses ini ditampilkan dalam perilaku yang dapat dinikmati (Solso dkk, 2007).
Ormrod (2009), menyatakan bahwa psikologi kognitif adalah perspektif teoritis yang memfokuskan pada proses-proses mental yang mendasari pembelajaran dan perilaku.
Menurut Danim (2011), psikologi kognitif umumnya dimulai dengan melihat bagaimana masukan sensori berubah menjadi keyakinan dan tindakan melalui proses kognisi. Aliran psikologi ini menempatkan penekanan besar pada eksperimentasi dan verifikasi, serta metode ilmiah pada umumnya. Psikologi kognitif berbeda dengan psikologi popular, secara eksplisit menolak bukti anekdotal introspektif sebagai dasar yang valid untuk teori-teori psikologi.
Menurut Piaget (1966), perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya umur
seseorang, maka makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya. Ketika individu berkembang menuju kedewasaan, akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif didalam struktur kognitifnya. Piaget tidak melihat perkembangan kognitif sebagai sesuatu yang dapat didefinisikan secara kuantitatif. Ia menyimpulkan bahwa daya pikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.
Menurut Willingham (2009) mengungkapkan bahwa, pendidikan adalah ilmu buatan. Psikologi kognitif berusaha untuk menggambarkan cara kerja pikiran. Tujuan ilmu-ilmu buatan adalah untuk membuat dunia menjadi lebih baik daripada yang seharusnya (more like it should be). Misalnya, guru merencanakan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang efektif untuk mengajarkan membaca, menulis, dan berhitung. Berkaitan dengan ini, Willingham (2009) menulis,
“Knowledge of the mind gleaned from cognitive psychology experiments will not tell teachers how to teach children, any more than knowledge of physics can prescribe what a bridge should look like”.
Artinya:
“Pengetahuan tentang pikiran yang dikumpulkan dari eksperimen psikologi kognitif tidak akan memberi tahu guru bagaimana cara mengajar anak-anak, lebih dari pengetahuan tentang fisika dapat menentukan seperti apa jembatan itu.”
Dimana, hubungan psikologi kognitif untuk kepentingan pembelajaran di kelas adalah seperti hubungan fisika untuk keperluan pembangunan bidang teknik, misalnya pembangunan jembatan. Pengetahuan tentang pikiran psikologi kognitif yang diperoleh dari percobaan tidak akan memberitahu guru cara mengajar dengan baik. Namun, psikologi kognitif dapat menjelaskan prinsip-prinsip pikiran siswa beroperasi sebagai pedoman latihan (Danim, 2011).
Menurut Danim (2011) Guru-guru pada umumnya sudah tahu fakta kunci aktivitas di kelas perhatian sangat penting kepentingan siswa belajar. Karena itu guru harus mengetahui bahwa anak-anak cenderung sama cara
belajarnya, pengetahuan faktual berkaitan dengan keterampilan berpikir, dan siswa tidak harus selalu didorong menggunakan metode yang diterapkan para ahli. Pada sisi lain, guru harus memahami dimensi emosional, elemen motivasi, dan elemen sosial anak didiknya.
D. Skema Orientasi Pandangan Belajar Berdasarkan Pandangan Psikologi
Menurut Imron (2012), supervisi pembelajaran adalah bantuan profesional yang diberikan oleh seseorang (supervisor) kepada guru dalam rangka meningkatkan kemampuan profesionalnya dan kemampuan mengajar. Proses belajar mengajar, dimana guru dan siswa berinteraksi, menjadi sentral pelayanan supervisi pembelajaran. Oleh karena itu, orientasi pandangan supervisi pembelajaran sebenarnya juga berangkat dari orientasi pandangan mengenai belajar.
Menurut Imron (2012), ada tiga pandangan mengenai belajar. Pertama, pandangan yang berasal dari psikologi behavioristik. Menurut pandangan ini, belajar dlaksanakan dengan control instrumental dari lingkungan. Guru mengkondisikan sedemikian ruma sehingga siswa mau belajar. Dengan demikian, pembelajaran dilaksakan dengan kondisioning, pembiasaan, peniruan. Hadiah dan hukuman sering ditawarkan dalam mengajar dan belajar. Kedaulatan guru dalam belajar demikian relatif tinggi, sementara kedaulatan siswa sebaliknya, relatif rendah.
Kedua, pandangan yang berasal dari psikologi humanistik ini merupakan antitesa pandangan behavioristik. Dalam pandangan demikian, belajar dapat dilakukan sendiri oleh siswa. Dengan belajar demikian, siswa senantiasa menemukan sendiri mengenai sesuatu tanpa banyak campur tangan dari guru. Peranan guru dalam mengajar dan belajar demikian relatif rendah. Kedaulatan siswa alam belajar relatif tinggi, sementara kedaulatan guru semakin rendah (Imron, 2012).
Tabel 1.1 Pandangan tentang Belajar
TANGGUNG JAWAB SISWA
|
TINGGI
|
SEDANG
|
RENDAH
|
TANGGUNG JAWAB GURU
|
RENDAH
|
SEDANG
|
TINGGI
|
PANDANGAN PSIKOLOGI BELAJAR
|
HUMANISTIK
|
KOGNITIF
|
BEHAVIORISTIK
|
METODE BELAJAR
|
MENEMUKAN SENDIRI
|
EKSPERIMEN
|
KONDISIONING
|
(diadaptasi Glickman, C. D. 1981. Development supervision Alexandria: ASCD, hal 4).
Ketiga, pendangan yang berasal dari psikologi kognitif. Pandangan ini merupakan konvergensi dari pandangan behavioristik dan humanistik. Menurut pandangan demikian, belajar merupakan perpaduan dari usaha pribadi pengan kontrol instrumental yang berasal dari lingkungan. Oleh karena itu, metode belajar yang cocok dalam pandangan ini adalah eksperimentasi. Glickman (1981) menskemakan orientasi pandangan belajar sebagaimana pada Tabel 1.1.
Berdasarkan Tabel 1.1 diketahui bahwa dalam pandangan psikologi behavioristik, tanggung jawab siswa dalam belajar rendah, sedangkan tanggung jawab guru dalam mengajar tinggi. Sebaliknya dalam pandangan psikologi humanistik, tanggung jawab guru rendah, sedangkan tanggung jawab siswa tinggi. Sementara itu dalam pandangan psikologi kognitif, tanggung jawab guru dan siswa sama sama sedang (Imron, 2012).
E. Orientasi Perilaku Supervisi Pengajaran
Sahertian (1981) berpendapat bahwa fungsi supervisi pengajaran adalah perbaikan dan peningkatan kualitas pengajaran serta pembinaan pengajaran, sehingga terus dilakukan perbaikan pengajaran. Mengembangkan alternatif-alternatif pendekatan dalam pelaksanaan supervisi pengajaran berarti memadukan berbagai pendekatan supervisi pengajaran, yang mencakup pendekatan ilmiah, pendekatan artistik,
pendekatan klinis, pendekatan direktif, pendekatan nondirektif, pendekatan kolaboratif, pendekatan informal, kolegial, dan individual; dengan dimensi guru, mencakup tingkat perhatian guru, tingkat tanggung jawab, kematangan kepribadian, dan kompleksitas kognitif. Perpaduan berbagai pendekatan supervisi pengajaran oleh supervisor dapat meningkatkan nilai lebih dan bermakna dari pelaksanaan supervisi pengajaran. Pandangan kontigensi supervisi pengajaran didasarkan pada pemikiran bahwa setiap guru berbeda. Hal ini menjadi dasar para ahli mengemukakan berbagai macam pendekatan supervisi dan dimensi dalam mengklasifikasi guru, sehingga supervisor dapat memilih pendekatan dan gaya dalam melaksanakan supervisi.
1. Orientasi Pandangan Supervisi Pengajaran
Berdasakan pandangan psikologi tentang belajar dan mengajar tersebut di atas, kemudian Glickman (1981) menggambarkan pandangan supervisi pembelajaran sebagaimana pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2 Pandangan Supervisi Pembelajaran
TANGGUNG JAWAB GURU
|
TINGGI
|
SEDANG
|
RENDAH
|
TANGGUNG JAWAB SUPERVISI
|
RENDAH
|
SEDANG
|
TINGGI
|
PANDANGAN SUPERVISI PEMBELAJARAN
|
NONDIREKTIF
|
COLLABORATIF
|
DIREKTIF
|
METODE SUPERVISI
|
SELF ASSESSMENT
|
MUTUAL CONTRACT
|
DELINEATED STANDARDS
|
(diadaptasi dari Glickman, C. D. 1981. Development supervision Alexandria: ASCD, hal 4).
Berdasarkan Tabel 1.2. diketahui, bahwa pada pandangan directive supervisi pembelajaran, tanggung jawab supervisor tinggi. Pada pandangan sebaliknya, atau nondirective, berlaku sebaliknya, di mana tanggung jawab guru tinggi sementara tanggung jawab supervisor
rendah. Sementara pada pandangan collaborative, tanggung jawab guru dan supervisor sama-sama sedang (Imron, 2012).
Supervisi pengajaran berkembang melalui pendekatan-pendekatan yang memiliki pijakan ilmu tertentu. Perkembangan pendekatan supervisi pengajaran seiring dengan perkembangan ilmu manajemen (Sergiovanni, 1991). Artinya Supervisi pengajaran diartikan sebagai pelayanan yang disediakan oleh supervisor untuk membawa guru agar menjadi guru yang semakin cakap sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu pendidikan khususnya, agar dapat meningkatkan keefektifan proses pembelajaran (Gunawan, 2015).
Mantja (2007) menyatakan bahwa pendekatan direktif telah dikenal sejak diterapkannya kegiatan layanan supervisi. Pola ini dianggap kurang efektif dan mungkin kurang manusiawi, karena para guru yang disupervisi tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan kreativitas mereka. Pada pola ini supervisor memang mengambil sepenuhnya tanggung jawab supervisi. Supervisor dapat melakukan perubahan perilaku mengajar guru dengan memberikan pengarahan langsung dan jelas pada setiap rencana kegiatan yang dapat dievaluasi.
2. Orientasi Perilaku Supervisor
Berdasarkan pandangan psikologis mengenai belajar dan mengajar serta pandangan mengenai supervisi pembelajaran, dapat diidentifikasi orientasi perilaku supervisi pembelajaran. Orientasi supervisi pembelajaran tersebut, menurut Glickman (1981) sebagai berikut:
a. Mendengar (listening). Yang dimaksud dengan mendengar adalah supervisor mendengarkan apa saja yang dikemukakan oleh guru. Yang dikemukakan tersebut, bisa saja berupa kelemahan, kesulitan, kesalahan, masalah dan apa saja yang dialami oleh guru.
b. Mengklarifikasi (clarifying). Yang dimaksud dengan mengklarifikasi adalah bahwa supervisor memperjelas mengenai apa yang dimaksudkan oleh guru. Jika pada mendengar (poin 1) di atas, supervisor mendengar mengenai apa saja yang dikemukakan oleh guru, maka dalam mengklarifikasi ini supervisor memperjelas apa yang dimaui oleh guru dengan menanyakan kepadanya.
c. Mendorong (encouraging). Yang dimaksud dengan mendorong adalah supervisor mendorong kepada guru agar mau mengemukakan kembali mengenai sesuatu hal bila dirasakan belum jelas.
d. Mempresentasikan (prenting). Yang dimaksud mempresentasikan adalah supervisor mencoba mengemukakan persepsinya mengenai apa yang dimaksud oleh guru.
e. Memecahkan masalah (problem solving). Yang dimaksud dengan memecahkan masalah adalah supervisor bersama-sama dengan guru memecahkan masalah-masalah yang dihadap oleh guru.
f. Negosiasi (negotiating). Yang dimaksud dengan negosiasi adalah berunding. Dalam berunding demikian, supervisor dan guru membangun kesepakatan-kesepakatan mengenai tugas yang harus dilakukan masing-masing atau bersama-sama.
g. Mendemonstrasikan (demonstrating) yang dimaksud dengan mendemostrasikan adalah bahwa supervisor mendemonstrasikan tampilan tertentu dengan maksud agar dapat diamati dan ditirukan oleh guru.
h. Mengarahkan (directing) yang dimaksud dengan mengarahkan adalah bahwa supervisor mengarahkan agar guru melakukan hal hal tertentu.
i. Menstandarkan (standardization). Supervisor mengadakan penyesua-ian-penyesuaian bersama dengan guru.
j. Memberikan penguat (reinforcing). Supervisor menggambarkan kondisi-kondisi yang menguntungkan bagi supervisi pembelajaran.
Seperti itulah kesepuluh perilaku supervisor dalam melaksanakan supervisi pembelajaran.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Supervisi pembelajaran adalah bantuan profesional yang diberikan oleh supervisor kepada guru dalam rangka meningkatkan kemampuan psofesioanlnya dalam mengajar. Proses belajar mengajar, dimana guru dan siswa berinteraksi, menjadi sentral pelayanan supervisi pembelajaran. Oleh karena itu, orientasi pandangan supervisi pembelajaran sebenarnya juga berangkat dari orientasi pandangan mengenai belajar.
Supervisi pembelajaran memiliki tiga pandangan mengenai belajar. Pertama, pandangan yang berasal dari psikologi behavioristik. Kedua, pandangan yang berasal dari psikologi humanistik. Ketiga, pendangan yang berasal dari psikologi kognitif. Adapun orientasi perilaku supervisi pengajaran yaitu orientasi pandangan supervisi pengajaran dan orientasi perilaku supervisor.
DAFTAR RUJUKAN
Danim, S. 2011. Psikologi Pendidikan (Dalam Perspektif Baru). Bandung: Alfabeta.
Glickman, C. D. 1981. Developmental Supervision. Alexandria: ASCD.
Gunawan, I. 2015. Mengembangkan Alternatif-Alternatif Pendekatan dalam Pelaksanaan Supervisi Pengajaran. Manajemen Pendidikan, (Online), 2015/Vol. 24(6): hal. 467-482, (http://ap.fip.um.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/01-Imam-Gunawan.pdf), 22 Februari 2018.
Guthrie, E. R. 1952. The Psychology of Learning. New York: Harper and Row.
Imron, A. 2012. Supervisi Pembelajaran Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Mantja, W. 2007. Profesional Tenaga Kependidikan: Manajemen Pendidikan dan Supervisi Pengajaran. Malang: Elang Mas.
Maslow, A. 1954. Motivation and Personality. New York: Harper and Row Publication.
Ormrod, J. E. 2009. Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang Edisi Keenam. Alih Bahasa: Wahyu Indianti, dkk. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Piaget, J. 1966. Psychology of Intellegence. New Jersey: Littlefield, Adams, Totowa.
Prawira, P. A. 2012. Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Rachmahana, R. S. 2008. Psikologi Humanistik dan Aplikasinya dalam Pendidikan. Jurnal Pendidikan Islam: El-Tarbawi, (Online), 2008/Vol. I(1): hal. 99,
(https://media.neliti.com/media/publications/59554-ID-psikologi-humanistik-dan-aplikasinya-dal.pdf), 22 Februari 2018.
Sahertian, P. A. dan Mataheru, F. 1981 Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan. Surabaya: Usaha Indonesia
Schultz, D. P. dan Schultz, S. E. (2001). History of Modern Psychology Seventh Edition. Belmont: Thomson Learning.
Skinner, B. F. 1938. Behavior of Organism: An Experimental Analysis. New Jersey: Prentice-Hall Englewood Cliffts.
Solso, R. L. dkk, 2007. Psikologi Kognitif. Jakarta: Erlangga.
Surna, I. N. dan Pandeirot, O. D. 2014. Psikologi Pendidikan 1. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama.
Watson, J. B. 1925. Behaviorism. New York: Hotton.
Willingham, D. T. 2009. Why Don't Students Like School?: A Cognitive Scientist Answers Questions About How The Mind Works and What It Means for The Classroom. San Francisco: Jossey-Bass.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar