Sabtu, 30 November 2019

TINGKAT KESUKARAN DAN DAYA PEMBEDA


TINGKAT KESUKARAN, DAYA PEMBEDA DAN PATOKAN NILAI

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Evaluasi Program Pendidikan yang dibina oleh Ibu Dr. Sunarni, S.Pd., M.Pd.


Oleh:




1. Desi Retno Nugraheni
(170131601015)
2. Dewi Rahayu
(170131601017)
3. Fataku Rofik
(170131601106)
4. Kholifatul Khoiria
(170131601069)
5. Yolanda Dwiprastica Sundawa
(150131603957)














UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN

Agustus, 2019




KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena anugerah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang“Tingkat Kesukaran, Daya Pembeda Dan Patokan Nilai” guna memenuhi tugas mata kuliahEvaluasi Program Pendidikan di Universitas Negeri Malang.
Dengan adanya pembuatan makalah ini diharapkan dapat membawa manfaat bagi para pembaca sebagai bahan referensi makalah kedepannya juga dapat meningkatkan pengetahuan tentang bahasan yang kami rangkum dari makalah ini.Berbagai kendala kami alami untuk menyusun makalah ini dapat teratasi dengan adanya bantuan, bimbingan, dari semua pihak terutama dosen evaluasi program pendidikan yang selalu membimbing dalam penyusunan makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bisa bermanfaat dan jangan lupa ajukan kritik dan saran terhadap makalah ini agar kedepannya bisa diperbaiki. Karena kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna.


Malang, 25 Agustus 2019





Penyusun














i



ii
 



KATA PENGANTAR                                                                                   i DAFTAR ISI                                                                                                 ii DAFTAR TABEL                                                                                 iii
BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah                                                               1
B.  Rumusan Masalah                                                                        3
C.  Tujuan Penulisan                                                                          3


         BAB II PEMBAHASAN


A.       Tingkat Kesukaran                                                                      4
B.        Daya Pembeda                                                                             10
C.        Penilaian Acuan Patokan dan Penilaian Acuan Norma               15

           BAB III PENUTUP


Kesimpulan                                                                                        18

           DAFTAR RUJUKAN                                                                                  19




1
 


 DAFTAR TABEL

Tabel                                                                                                   Halaman

          2.1       Jawaban 10 Peserta Tes Terhadap 10 Soal Pilihan Ganda                     5

          2.2       Kunci Jawaban 10 Soal Pilihan Ganda                                                  5

          2.3       Penskoran 10 Soal Pilihan Ganda                                                           6

          2.4       Tingkat Kesukaran Soal Pilihan Ganda                                                 6

          2.5       Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal Uraian                                         8

          2.6       Pola Proses Peserta Tes Menurut Guttman (Pola Guttman)                   9

2.7         Kriteria Kesukaran                                                                                10

          2.8       Kriteria Daya Pembeda Butir Soal                                                         14



 





2
 
BAB I 

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Pendidikan merupakan kegiatan yang dapat dipandang sebagai pencetak sumber daya manusia yang berkualitas untuk mendukung tercapainya tujuan pembangunan nasional. Pentingnya pendidikan juga dapat dilihat dari isi Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang menegaskan bahwa salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Kegiatan pembelajaran merupakan serangkaian proses yang memiliki tiga komponen, yang pertama rencana pembelajaran, kedua kegiatan belajar mengajar, dan terakhir evaluasi pembelajaran. Sebagai salah satu komponen proses dalam pembelajaran, evaluasi pembelajaran memiliki peranan yang penting. Proses berupa pengukuran hasil pembelajaran wajib dilakukan untuk mengetahui dan menentukan keberhasilan pembelajaran.
Berdasarkan Undang-undang Guru dan Dosen No. 14 tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005 dinyatakan bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan seorang guru dalam mengelola proses pembelajaran yang berhubungan dengan peserta didik, meliputi pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum atau silabus, perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, pemanfaatan teknologi pembelajaran, evaluasi hasil pembelajaran, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Dalam kompetensi pedagogik, salah satu kemampuan dasar yang harus dikuasai setiap guru adalah evaluasi hasil belajar. Evaluasi hasil belajar dilakukan untuk mengetahui tingkat pencapaian peserta didik dalam menguasai setiap kompetensi dasar atau indikator materi yang telah dipelajari.

19
 
Instrumen penilaian baik tes maupun nontes seharusnya dapat memberikan informasi mengenai sejauh mana ketercapaian belajar peserta didik dan seberapa besar keberhasilan guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Tes sebagai alat evaluasi yang paling sering digunakan oleh guru untuk mengukur hasil belajar peserta didik dengan serangkaian soal- soal yang harus dijawab. Oleh karena itu,tes yang digunakan untuk evaluasi harus berkualitas agar mencerminkan kemampuan peserta didik. Tes yang baik sebagai alat pengukur harus memenuhi persyaratan tes yaitu memiliki validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, daya pembeda dan efektifitas pengecoh yang baik. Tes yang memiliki persyaratan tes tersebut bisa digunakan sebagai alat ukur hasil belajar peserta didik dan alat ukur keberhasilan program pengajaran.
Tes tertulis secara garis besar terdiri dari dua bentuk, yaitu tes uraian dan tes objektif. Diperlukan adanya suatu aktivitas penilaian terhadap soal tes, untuk mendapatkan informasi apakah soal tes tersebut telah memenuhi persyaratan tes yang baik, yaitu dengan kegiatan analisis butir soal. Analisis butir soal merupakan kegiatan yang diperlukan untuk menilai kualitas butir soal yang baik, sehingga dapat digunakan kembali pada periode selanjutnya atau jika butir soal yang kurang baik, maka dapat dilakukan revisi, sementara untuk butir soal yang tidak baik, tidak perlu digunakan kembali. Untuk itu, butir soal harus dianalisis guna mengetahui kualitasnya, memperbaiki kualitas butir soal dan meningkatkan mutu butir soal.
Soal dikatakan baik apabila memenuhi karakteristik penilaian butir soal yang meliputi: validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, daya pembeda, dan efektifitas pengecoh. Berdasarkan paparan di atas, kegiatan analisis butir soal idealnya dilakukan dengan menghitung validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, daya pembeda, dan efektifitas pengecoh.
Tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat dengan tepat mengukur apa yang hendak diukur. Tes yang reliabel apabila tes tersebut memberikan hasil yang ajeg apabila diberikan berkalikali pada subjek yang sama dan menunjukkan ketetapan.

19
 
Kesukaran soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Tes dikatakan mempunyai daya pembeda yang baik adalah soal yang mampu membedakan antara peserta didik yang berkemampuan tinggi dengan peserta didik yang berkemampuan rendah. Efektifitas pengecoh/distraktor soal yang baik, pengecohnya akan dipilih secara merata oleh peserta didik yang menjawab salah. Berdasarkan permasalahan yang diuraikan, penting untuk dilakukan analisis butir soal untuk mengetahui kualitas perangkat tes, sehingga dapat digunakan sebagai acuan perbaikan soal di masa mendatang.

B.  Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah disampaikan, dapat dibuat rumusan masalah, yaitu:
1.         Bagaimana cara menganalisis tingkat kesukaran?
2.         Bagaimana cara menganalisis daya pembeda?
3.         Bagaimana acuan penilaia acuan patokan dan penilaian patokan norma?

                     C.   Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat, dapat disusun tujuan, yaitu:
1.         Untuk menjelaskan cara menganalisis dan mengukur tingkat kesukaran.
2.         Untuk menjelaskan cara mengukur daya pembeda.
3.         Untuk menjelaskan cara penilaian acuan patikan dan penilaian acuan norma.





4
 
BAB II 

PEMBAHASAN


A.  Tingkat Kesukaran

Melihat kesukaran dalam soal merupakan hal yang sangat penting untuk menyediakan berbagai macam alat diagnostikkesulitan belajar pada peserta didik ataupun untuk meningkatkan penilaian belajar dalam kelas. Tingkat kesukaran soal dapat dilihat dari tingkat kedalaman soal, kompleksitas, atau hal-hal lain yang berkaitan dengan kemampuan yang diukur oleh soal. Para ahli tes menentukan tingkat kesukaran berdasarkan berapa banyak peserta tes dapat menjawab soal yang diberikan. Apabila dari 100 peserta tes semuanya atau sebagian besar dapat menjawab dengan benar, maka dapat dikatakan bahwa soal tersebut mudah. Apabila yang menjawab soal dengan benar hanya satu orang atau tidak ada sama sekali yang dapat menjawabnya, maka dapat dikategorikan bahwa soal tersebut memiliki tingkatan soal yang sulit.
Menurut teori klasik Surapranata (2005:12), tingkat kesukaran dapat dinyatakan melalui beberapa cara diantaranya yaitu: (1) proporsi menjawab benar;
(2) skala kesukaran linier; (3) indeks Davis; dan (4) skala bivariat. Proposi jawaban benar (p), yaitu jumlah peserta tes yang menjawab benar dibandingkan dengan seluruh jumlah peserta tes. Persamaan yang digunakan untuk menentukan tingkat kesukaran dengan porposi jawaban benar yaitu:
x
p =
SnN

p          : proporsi menjawab benar atau tingkat kesukaran
X      : banyaknya peserta tes yang menjawab benar
Sn        : skor maksimum N       : jumlah peserta tes


19
 
Tabel 2.1 menunjukkan respon 10 peserta tes yang akan digunakan sebagai alat untuk menghitung tingkat kesukaran, daya pembeda, dan distribusi jawaban pada pembahasan-pembahasan selanjutnya.
Tabel 2.1 Jawaban 10 Peserta Tes Terhadap 10 Soal Pilihan Ganda

No.
Peserta
Nomor Soal
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1.
Tulip
A
A
C
A
A
C
B
D
A
C
2.
Lili
A
C
A
D
A
D
D
C
A
D
3.
Teratai
A
C
C
B
A
C
B
D
A
C
4.
Waru
A
D
A
B
C
D
A
C
A
A
5.
Jati
A
B
C
D
A
B
C
D
B
A
6.
Albasia
A
B
C
D
B
B
C
D
B
A
7.
Meranti
A
B
C
D
C
B
C
D
C
C
8.
Cendana
A
B
C
D
D
B
C
D
D
D
9.
Randu
A
B
C
D
C
B
C
D
C
C
10.
Kemuning
A
B
C
D
D
B
C
A
D
D

Sumber: Surapranata, S. (2005:13)

Tabel 2.2 menunjukkan kunci jawaban untuk 10 soal tersebut. Jawaban yang benar diberikan skor 1 sedangkan jawaban yang salah diberikan skor 0.

Tabel 2.2 Kunci Jawaban 10 Soal Pilihan Ganda

Nomor
Soal
Kunci
Nomor
Soal
Kunci
1.
A
6.
B
2.
B
7.
C
3.
C
8.
D
4.
D
9.
A
5.
A
10.
B
Sumber: Surapranata, S. (2005:14)
Metode ini hanya bisa digunakan untuk jumlah peserta tes yang tidak terlalu besar. Metode tidak dapat digunakan pada peserta tes yang memiliki jumlah besar.



 Tabel 2.3 Penskoran 10 Soal Pilihan Ganda

No.
Peserta
Nomor Soal
Skor Total
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1.
Tulip
1
0
1
0
1
0
0
1
1
0
5
2.
Lili
1
0
0
1
1
0
0
0
1
0
4
3.
Teratai
1
0
1
0
1
0
0
1
1
0
5
4.
Waru
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
2
5.
Jati
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
8
6.
Albasia
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
7
7.
Meranti
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
7
8.
Cendana
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
7
9.
Randu
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
7
10.
Kemuning
1
1
1
1
0
1
1
0
0
0
6
Sumber: Surapranata, S. (2005:15)


Tabel 2.4.menunjukkan hasil perhitungan tingkat kesukaran untuk masing- masing soal.
 Tabel 2.4 Tingkat Kesukaran Soal Pilihan Ganda

No.
Peserta
Nomor Soal
Skor Total
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1.
Tulip
1
0
1
0
1
0
0
1
1
0
5
2.
Lili
1
0
0
1
1
0
0
0
1
0
4
3.
Teratai
1
0
1
0
1
0
0
1
1
0
5
4.
Waru
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
2
5.
Jati
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
8
6.
Albasia
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
7
7.
Meranti
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
7
8.
Cendana
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
7
9.
Randu
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
7
10.
Kemuning
1
1
1
1
0
1
1
0
0
0
6












Σ X
10
6
8
7
4
6
6
7
4
0

Jumlah Peserta Tes
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10

Tingkat Kesukaran
(p)
1.0
0
0.6
00
0.8
00
0.7
00
0.4
00
0.6
00
0.6
00
0.7
00
0.4
00
0

Sumber: Surapranata, S. (2005:16)


Lebih lanjut Surapranata menjelaskan bahwa masing-masing tingkat kesukaran soal dapat dihitung dengan cara, sebagai berikut:


Dari hasil perhitungan pada Tabel 2.4 nampak bahwa tingkat kesukaran nomor 1 adalah 1.00 atau seratus persen peserta tes menjawab benar pada soal nomor 1. Soal nomor 1 adalah soal paling mudah. Tingkat kesukaran soal nomor 10 adalah 0.0 atau tidak ada satupun peserta tes yang menjawab benar soaltersebut. Soal nomor 10 adalah soal yang paling sukar di antara semua soal.

19
 
Pada Tabel 2.5 menunjukkan respon peserta tes terhadap 5 soal uraian yang memiliki skor maksimum yang berbeda-beda antara 3 sampai dengan 5. Soal nomor 1 adalah soal paling mudah dengan tingkat kesukaran 0.720. Tingkat kesukaran soal nomor 2 adalah 0.675atau sekitar 60% peserta tes yang dapat menjawab dengan benar. Soal nomor 4 merupakan soal yang paling sukar dengan tingkat kesukaran 0.525.

Tabel 2.5 Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal Uraian


No.
Peserta
Nomor Soal
1
2
3
4
5
1.
Tulip
5
4
1
3
3
2.
Lili
5
4
1
3
3
3.
Teratai
5
3
1
1
3
4.
Waru
4
3
2
1
3
5.
Jati
4
3
2
2
3
6.
Albasia
3
3
3
2
2
7.
Meranti
3
1
3
4
2
8.
Cendana
3
1
3
2
2
9.
Randu
2
3
2
2
1
10.
Kemuning
2
2
3
1
1
Σ X
36
27
21
21
23
Skor Maksimum
5
4
3
4
3
Jumlah Peserta Tes
10
10
10
10
10
Tingkat Kesukaran (p)
0.720
0.675
0.700
0.525
0.767
Sumber: Surapranata, S. (2005:18)



Tingkat kesukaran merupakan nilai rata-rata dari kelompok peserta tes. Menurut Surapranata (2005: 19), mengungkapkan bahwa minimal terdapat dua ciri-ciri tingkat kesukaran, yaitu: (1) tingkat kesukaran (p) merupakan ukuran soal, tidak menunjukkan karakteristik soal. Tingkat kesukaran dalam hal ini diidentifikasikan sebagai frekuensi relative terhadap pengambilan tes. (2) Tingkat kesukaran merupakan karakteristik soal itu sendiri atau pemngambil tes. Tingkat kesukaran juga mengandung banyak kelemahan, diantaranya yaitu; (1) tingkat kesukaran sebenarnya ukuran kemudahan soal, karena semakin tinggi kesukaran soal semakin mudah soal untuk dkerjakan dan semakin rendah makin sulit soal dikerjakan; dan (2) tingkat kesukaran tidak berhubungan linier dengan skala kesukaran soal.
Pada Tabel 2.6 merupakan tabel pola tingkat kesukaran soal yang dikemukakan oleh Guttman (1950), yaitu tingkat kesukaran soal diurutkan dari soal-soal yang paling mudah ke soal-soal yang paling sulit. Peserta yang mendapatkan skor 1 yang menjawab benar pada soal yang paling mudah, yaitu soal nomor 1. Peserta tes yang memperoleh skor 2 yang dapat menjawab soal nomor 1 dan 2 dan seterusnya. Guttman juga mengungkapkan bahwa, peserta tes tidak mungkin memperoleh skor 3 karena menjawab benar pada soal-soal sukar yaitu soal nomor 8, 9, 10, tetapi menjawab salah pada soal-soal nomor dibawahnya yang lebih mudah. Dan tidak mungkin juga peserta tes memperoleh skor 1 pada soal nomor 10 tetapi salah pada soal lainnya yang lebih mudah.

Tabel 2.6 Pola Proses Peserta Tes Menurut Guttman (Pola Guttman)


No.
Peserta
Nomor Soal
Skor
Total
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1.
Cempaka
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
2.
Melati
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
2
3.
Dahlia
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
3
4.
Asoka
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
4
5.
Anyelir
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
5
6.
Anggrek
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
6
7.
Kamboja
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
7
8.
Aster
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
8
9.
Kenanga
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
9
10.
Teratai
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
10
Sumber: Surapranata, S. (2005:20)
Soal dikatakan tidak baik apabila seluruh peserta tes dapat menjawab seluruh soal dengan benar dan sebaliknya apabila peserta tes tidak memilih soal atau jawaban yang dengan benar.Kecenderungan yang terjadi adalah soal tersebut tidak disarankan untuk menggunakan soal-soal tersebut kembali pada evaluasi berikutnya.
Menurut Bagiyono (2017:5) bahwa untuk menghitung tingkat kesukaran yaitu menggunakan indeks kesukaran (p) yang dihitung menggunakan persamaan sedangkan untuk menentukan kriteria kesukaran dapat dilihat pada table berikut. 
Tabel 2.7 Kriteria Kesukaran
Besar Nilai P         Kategori Tingkat Kesukaran
0
Sangat Sukar
0 < P ≤ 0,3
Sukar
0,3 < P ≤ 0,7
Sedang
0,7 < P < 1
Mudah
1
Sangat Mudah

Sumber: Surapranata, S. (2005:21)
Analisis kesukaran dapat digunakan sebagai indikator untuk menentukan adanya perbedaan kemampuan peserta tes. Tingkat kesukaran 0 ataupun tingkat kesukaran 1 tidak memberikan kontribusi apapun terhadap tingkat kemampuan peserta tes. Oleh karena itu, soal itu cenderung untuk tidak digunakan.

B.  Daya Pembeda

Untuk mengetahui siswa tergolong pada tingkat yang tinggi ataupun pada tingkat yang rendah diperlukan suatu indeks. Indeks yang digunakan dalam membedakan siswa yang memiliki kemampuantinggi dengan siswa yang yang berkemampuan rendah adalah daya pembeda. Menurut Sudijono (2011:385), daya pembeda item adalah kemampuan suatu butir item tes hasil belajar untuk dapat membedakan antara testee yang berkemampuan tinggi dengan testee yang berkemampuan rendah. Menurut Arikunto (2012:226) bagi suatu soal yang dapat dijawab benar oleh siswa yang berkemampuan tinggi maupun siswa yang berkemampuan rendah, maka soal itu tidak baik karena tidak mempunyai daya pembeda. Sedangkan menurut Bagiyono (2017:3) menjelaskan bahwa daya pembeda butir soal adalah kemampuan suatu butir soal untuk membedakan kelompok dalam aspek yang diukur sesuai dengan perbedaan yang ada dalam kelompok itu. Salah satu tujuan analisis daya pembeda butir soal adalah untuk menentukan mampu tidaknya suatu butir soal membedakan antara peserta pelatihan yang berkemampuan tinggi dengan peserta pelatihan yang berkemampuan rendah.
Daya pembeda dapat menunjukkan kemampuan suatu item membedakan kemampuan tester. Semakin besar skor benar suatu kelompok siswa, maka semakin besar indeks daya pembeda. Klasifikasi daya pembeda ditentukan berdasarkan angka indeks diskriminasi (D) butir soal. Jika suatu soal memiliki daya pembeda yang baik dapat diartikan butir soal tersebut dapat membedakan antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi dengan siswa yang memiliki kemampuan rendah.
Cara menganalisis daya pembeda adalah dengan menggunakan tabel atau kriteria dari Rose dan Stanley seperti berikut ini:
Rumus:



Keterangan :

SR = Jumlah siswa yang menjawab salah kelompok rendah. ST = Jumlah siswa yang menjawab salah kelompok tinggi. Contoh :
Tes pilihan ganda dengan option 4 diberikan kepada 30 orang siswa. Jumlah soal 15.   

19
 
Setelah diperiksa, datanya adalah sebagai berikut:

NO
SR
ST
SR-RT
Ket
1
6
1
5

2
6
1
5
3
5
2
3
4
6
1
5
5
2
1
1
6
5
1
4
7
2
1
1
8
7
1
6
9
7
1
6
10
4
2
2
11
3
1
2
12
6
1
5
13
2
1
1
14
6
1
5
15
5
2
3


N= 30 orang

N= 27% dari 30 = 8
  

Kriteria yang digunakan dari Tabel Ross dan Stanley adalah sebagai berikut:

Jumlah testi
(N)
n.
(27 % N)
Option
2
3
4
5
28-31
8
4
5
5
5
32-35
9
5
5
5
5
36-38
10
5
5
5
5






Kriteria pengujian daya pembeda adalah sbb:

Bila SR-ST sama atau lebih besar dari nilai tabel, artinya butir soal itu mempunyai daya pembeda.

Dari data di atas, batas pengujian adalah 5, yaitu pertama dalam tabel diatas dengan jumlah N (29-31), n = 8 pada option 4.
Dengan demikian dapat disimpulkan sebagai berikut:

No. Item
SR-ST
Batas Nilai Tabel
Keterangan
1
5
5
Diterima
2
5
5
Diterima
3
3
5
Ditolak
4
5
5
Diterima
5
1
5
Ditolak
6
4
5
Ditolak
7
1
5
Ditolak
8
6
5
Diterima
9
6
5
Diterima
10
2
5
Ditolak
11
2
5
Ditolak
12
5
5
Diterima
13
1
5
Ditolak
14
5
5
Diterima
15
3
5
Ditolak
Dari kesimpulan di atas hanya soal nomor 1, 2, 4, 8, 9, 12, dan 14 yang memenuhi daya pembeda, sedangkan soal nomor lainnya tidak memiliki daya pembeda.
Dari contoh di atas dapat disimpulkan bahwa cara menghitung d, sedangkan soal nomor lainnya tidak memiliki daya pembeda.
Dari contoh di atas dapat disimpulkan bahwa cara menghitung daya pembeda adalah dengan menempuh langkah sebagai berikut:
a)      Memeriksa jawaban soal semua siswa peserta tes.
b)      Membuat daftar peringkat hasil tes berdasarkan skor yang dicapainya. 
c)      Menentukan jumlah sampel sebanyak 27% dari jumlah peserta tes untuk kelompok siswa yang pandai (peringkat atas) dan 27% untuk kelompok siswa kurang (peringkat bawah).
d)  Melakukan analisis butir soal yakni menghitung jumlah siswa yang menjawab salah dari semua nomor soal,baik pada kelompok pandai maupun pada kelompok kurang.
e)      Menghitung selisih jumlah siswa yang salah menjawab pada kelompok kurang dengan kelompok pandai (SR-ST).
f)       Membandingkan nilai selisih yang diperoleh dengan nilai Tabel Ross dan Stanley.
g)      Menentukan ada tidaknya daya pembeda pada setiap nomor soal dengan kriteria “memiliki daya pembeda” bila nilai selisih jumlah siswa yang menjawab salah antara kelompok kurang dengan kelompok pandai (SR- ST) sama atau lebih besar dari nilai tabel.
Butir soal yang tidak memiliki daya pembeda diduga terlalu mudah atau terlalu sukar sehingga perlu diperbaiki atau diganti dengan pertanyaan lain. Idealnya semua butir soal memiliki daya pembeda dan timgkat kesukaran. Tes yang telah dibakukan, di samping memenuhi validitas an reliabilitas juga memenuhi tingkat kesukaran dan daya pembeda.

Tabel 2.8 Kriteria Daya Pembeda Butir Soal


Besarnya Nilai D
Kategori Daya Pembeda
D < 0
Rendah sekali
0 < D < 0,2
Rendah
0,2 < D < 0,4
Sedang
0,4 < D < 0,7
Tinggi
0,7 < D < 1
Tinggi Sekali
Sumber: Amalia, A.N & Widayati, A. (2012)





C.  Penilaian Acuan Norma Dan Penilaian Acuan Patokan

1.         Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Arifin (2009) menyatakan bahwa Pendekatan acuan patokan merupakan pendekatan penilaian yang menentukan berhasil atau tidaknya siswa berdasarkan pada patokan atau criteria ataupun kompetensi tertentu. Arifin (2010) menyatakan bahwa pendekatan PAP membandingkan kedudukan siswa dengan kompetensi dasar dan tidak membandingkan kemampuan siswa dengan teman sekelasnya melainkan dengan suatu criteria spesifik
Djaali dan Muljono (2008) mendefinisikan penilaian acuan patokan sebagai pemberian nilai kepada siswa yang didasarkan pada tujuan instruksional yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengertian ini merujuk bahwa nilai yang diberikan kepada siswa menunjukkan tingkat pencapaian tujuan instruksional atau tingkat penguasaan terhadap materi yang telah ditentukan.
Harun (2004) menyatakan bahwa PAP pada dasarnya merupakan penilaian yang membandingkan hasil belajar mahasiswa terhadap suatu patokan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa sebelum usaha penilaian dilakukan terlebih dahulu harus ditetapkan patokan yang akan dipakai untuk membandingkan angka- angka hasil pengukuran agar hasil pengukuran tersebut memiliki arti tertentu. Dengan demikian patokan yang dijadikan pembanding tidak dicari- cari di tempat lain dan pula tidak dicari di dalam sekelompok hasil pengukuran seperti yang dilakukan pada PAN.
Harun (2004) lebih lanjut menerangkan bahwa patokan yang telah disepakati terlebih dahulu tersebut biasanya disebut "Tingkat Penguasaan Minimum". Siswa yang dapat mencapai atau bahkan melampai batas ini dinilai "lulus" dan belum mencapainya nilai "tidak lulus" mereka yang lulus ini diperkenankan menempuh kegiatan belajar yang lebih tinggi, sedangkan yang belum lulus diminta memantapkan lagi kegiatan belajarnya sehingga mencapai "batas lulus" tersebut. Yang menjadi hambatan dalam penggunaan PAP adalah sukarnya menetapkan patokan yang benar-benar tuntas.
Harun (2004) menjelaskan bahwa pendekatan PAP tidak berorientasi pada "apa adanya". Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan PAP tidak hanya menggunakan angka rata-rata yang dihasilkan oleh kelompok siswa yang diuji, melainkanmenetapkan kriteria keberhasilan sebelumnya. Kriteria keberhasilan merupakan "batas lulus" penguasaan bahan pelajaran dalam proses pengajaran. Tenaga pengajar tidak membiarkan mahasiswa menjalani sendiri proses belajarnya, melainkan terus-menerus secara langsung ataupun tidak langsung merangsang dan memeriksa kemajuan belajar mahasiswa serta membantu siswa melewati tahap-tahap secara berhasil. Proses pengajaran yang menjadi kegiatan PAP dikenal adanya ujian pembinaan (formative test) dan ujian akhir (summative test)usaha ini membantu mencegah siswa dari keadaan "terlanjur tidak menguasai" dengan baik bahan kompetensi dari tahap yang satu ke tahap berikutnya seperti dituntut oleh TKP. Hasil ujian pembinaan digunakan sebagal petunjuk (indikator) apakah siswa tertentu memerlukan bantuan dalam menjalankan proses belajarnya atau tidak. Ujian akhir dilaksanakan pada akhir proses pengajaran Ujian akhir meliputi semua bahan yang diajarkan dalam keseluruhan proses pengajaran dengan tujuan menguji apakah siswa telah menguasai seluruh bahan yang diajarkan itu dengan baik . Ujian akhir didasarkan sepenuhnya pada TKP Penyelenggaraan dan penggunaan hasil ujian pembinaan untuk membantu siswa yang memerlukan membuat PAP tidak hanya menekankan pada segi mutu hasil belajar siswa tetapi juga pada segi banyaknya siswa yang berhasil. Sebanyak mungkin mahasiswa dirangsang dan dibantu untuk mencapai pengu asaan kompetensi yang tinggi.
2.         Penilaian Acuan Norma
Arifin (2009) mendefinisikan penilaian acuan norma (PAN) merupakan pendekatan penilaian yang menentukan berhasil-tidaknya siswa berdasarkan norma kelompok Arifin (2010) menyatakan bahwa Pendekatan ini dilakukan dengan membandingkan hasil belajar siswa yang satu dengan hasil belajar siswa lainnya dalam satu kelas.
Djaali dan Muljono (2008) mendefinisikan penilaian acuan norma sebagai pemberian nilai dengan menggunakan kelompok sebagai criteria. Nilai siswa ditentukan oleh posisinya dalam suatu kelompok. Misalnya siswa yang mendapatkan nilai 65 dapat diberi nilai 9 dalam penilaian acuan kelompok, tetapi dapat pula terjadi siswa yang mendapat skor 65 tidak berhasil lulus karena siswa-siswa lain dalam kelompoknya memperoleh nilai yang jauh lebih tinggi daripada 65.
Harun (2004) menyatakan bahwa PAN pada dasarnya mempergunakan kurva normal dan hasil-hasil perhitungannya sebagai dasar penilaiannya. Kurva ini dibentuk dengan mengikutsertakan semua angka pengukuran hasil belajar yang diperoleh. Patokan yang digunakan dalam membandingkan angka yang diperoleh masing-masing mahasiswa adalah mean dan standar deviasi, patokan bersifat relatif dapat bergeser ke atas atau ke bawah sesual dengan besarnya mean dan standar deviasi yang diperoleh di dalam kurva. Dengan kata lain, patokan itu dapat berubah- ubah dari "kurva normal" yang satu ke "kurva normal" yang lain Jika hasil ujian mahasiswa dalam satu kelompok pada umumnya lebih baik dan menghasilkan angka rata-rata yang lebih tinggi, maka patokan menjadi bergeser ke atas (dinaikkan). Sebaliknya jika hasil ujian kelompok itu pada umumnya merosot, patokannya bergeser kebawah (diturunkan). Dengan demikian, angka yang sama pada dua kurva yang berbeda akan mempunyai arti berbeda. Demikian juga, nilai yang sama dihasilkan melalui bangunan dua kurva yang berbeda akan mempunyai arti berbeda. Demikian juga, nilai yang sama dihasilkan melalui bangunan dua kurva yang berbeda akan mempunyai arti umum yang berbeda pula.
PAN merupakan penentuan nilai siswa dalam suatu proses pembelajaran yang didasarkan pada tingkat penguasaan di kelompok tersebut. Pemberian nilai mengacu pada perolehan skor di kelompok itu. Contoh : Satu kelompok anak didik terdiri dari 9 orang mendapatkan skor (nilai mentah) : 50, 45, 45, 40, 40, 40 35, 35, 30. Dari skor tersebut bahwa perolehan nilai tertinggi 50 dan terendah 30 Dengan demikian nilai tertinggi diberikan kepada skor tertinggi misalnya 10, secara proposional skor diatas dapat diberi nilai 10,9.9.8. Cara lain adalah dengan menghitung presentase jawaban benar.



19
 
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Kegiatan pembelajaran merupakan serangkaian proses yang memiliki tiga komponen, yang pertama rencana pembelajaran, kedua kegiatan belajar mengajar, dan terakhir evaluasi pembelajaran. Proses berupa pengukuran hasil pembelajaran wajib dilakukan untuk mengetahui dan menentukan keberhasilan pembelajaran.
Analisis butir soal idealnya dilakukan dengan menghitung validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, daya pembeda, dan efektifitas pengecoh. Tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat dengan tepat mengukur apa yang hendak diukur. Tes yang reliabel apabila tes tersebut memberikan hasil yang ajeg apabila diberikan berkali-kali pada subjek yang sama dan menunjukkan ketetapan.
Tes dikatakan mempunyai daya pembeda yang baik adalah soal yang mampu membedakan antara peserta didik yang berkemampuan tinggi dengan peserta didik yang berkemampuan rendah. Efektifitas pengecoh/distraktor soal yang baik, pengecohnya akan dipilih secara merata oleh peserta didik yang menjawab salah. Berdasarkan permasalahan yang diuraikan, penting untuk dilakukan analisis butir soal untuk mengetahui kualitas perangkat tes, sehingga dapat digunakan sebagai acuan perbaikan soal di masa mendatang.










DAFTAR RUJUKAN


Amalia, A.N & Widayati, A. 2012. Analisis Butir Soal Tes Kendali Mutu Kelas XII SMA Mata Pelajaran Ekonomi Akuntansi di Kota Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol.10 No.1, 2012. (Online). (https://journal.uny.ac.id/index.php/jpakun/article/download/919/730).
Diakses 1 September 2019.

Arifin, Z. 2009. Penerapan Penilaian Berbasis Kelas pada Bidang Studi Pai di Sekolah Dasar, (Online), (http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR KURIKULUM DAN_TEK_PENDIDIKAN/19610 5011986011- ZAINAL
ARIFIN/Silabus Evaluasi Pembelajaran/Artikel Penilaian Edutech.pdf). Diakses tanggal 1 September 2019.


Arikunto, S. 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Bagiyono. 2017. Analisis Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Butir Soal Ujian Pelatihan Radiografi Tingkat 1. Widyanuklida, 16(1),(Online) (http://repo- nkm.batan.go.id/140/1/05_analisis_tingkat_kesukaran.pdf). Diakses Tanggal 1 September 2019.

Djaali &Muljono, P. 2008. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Harun, F. R. 2004. Penilaian dalam Pendidikan, (Online), repository usu.ac.id/bitstream/123456789/3615/1/farmasi- fathur.pdf). Diakses tanggal 1 September 2019.

Sudijono, A. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

Sudjana, N. 2014. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Surapranata, S. 2005. Analisis, Validitas, Realibitas, dan Interpretasi Hasil Tes: Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.









19

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Visitor Counter

Popular Posts

Buku Tamu


Ingin Widget ini ?
Klik di sini

Comment

About

3/random/post-list
Copyright © Lentera Pendidikan | Powered by Blogger
Design by Viva Themes | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com